Selasa, April 10, 2007

Aksi Blogger Demo Bubarkan IPDN


Lagi blogwalking, eh ... ketemu blognya Mas Kukuh TW, wah ... lucu-lucu! Coba lihat ini gue capture, hihihihi... sisanya lihat saja sendiri di http://demo.kukuhtw.com/ipdn/, dan jangan lupa kirim dukungan!!

Selasa, April 03, 2007

Blogger.Com yang Tercemar Spam

Kaget bukan main, baru saja saya menambahkan plugin Akismet di mesin wordpress yang saya kelola, sudah bejibun spam sialan berasal dari blogspot.com, doh ... spam sialan!

Tak hanya itu, walaupun sudah lama mengetahuinya, banyak sekali blog-blog yang mencemari citra blogger.com, seperti blog parno, blog fitnah, blog basbang, dan blog-blog yang pokoknya sambang alias sampah banget. Barangkali ini adalah konsekuensi penyedia layanan blog gratisan ya.

Itulah mengapa, rasanya blogger.com ini perlu ditinggalkan saja, agar adminnya lebih serius menangani blog-blog sambang itu. Apalagi kini plugin Captcha yang biasa ditempel di bagian Create Post blog ini sudah tidak ada, apa itu pengaruh dari sambang itu ya?

Cara Marketing dan Minat yang Rendah

Hari ini saya mendapati email dari pimpinan saya, berisi permintaannya untuk mempelajari attachment dari orang (atau perusahaan) yang menawarkan program aplikasi SMS gateway untuk perguruan tinggi. Cara marketing service provider akhir-akhir ini memang beragam, saya melihatnya perguruan tinggi di Indonesia adalah ladang yang subur untuk bisnis ini, karena mayoritas pasarnya adalah kaum muda, lebih-lebih yang gaptek dan konsumtif. Saya memandangnya secara kasar, tak ubahnya mereka (provider) berjualan kartu perdana, voucher hingga pernak-perniknya di halaman kampus kita, di kantin kita, di ruang kelas ketika sedang proses belajar-mengajar, hingga di sudut ruangan kerja menemani kita. Hampir saja kampus sebagai base-knowledge tidak menerima manfaat yang lebih dari sekedar jualan itu kecuali kampus hanya dimanfaatkan saja, sebagai kendaraan gratis agar dagangannya laku, laris manis, namun itu semua tidak kita sadari.


Mungkin hal di atas adalah penilaian saya yang salah, atau mungkin ada baiknya saya yang pernah bersama-sama mengembangkan aplikasi sejenis yang lebih dulu ada dan telah digunakan di suatu institusi sedikit berbagi pengalaman disini. Aplikasi sejenis tersebut dinamakan SMS Kampus. SMS Kampus awalnya dibangun seorang teman yang akhirnya diserahkan kode sumbernya untuk dimanfaatkan. Akhirnya secara bertahap kami kembangkan sendiri dengan bebas memodifikasinya dan dimanfaatkan baik untuk riset dalam rangka pendidikan, sehingga perkembangannya lebih terasa. Kendalanya adalah administrator dan developer yang memiliki waktu, tenaga dan dana (yang bisa dibilang kocek sendiri) yang sangat terbatas untuk mengelola dan mengembangkannya. Bila pengelolaan lebih serius, mampu, dan profesional, aplikasi SMS kampus seperti ini bisa dibangun sendiri dengan mudah, bila memungkinkan akan menjadi ladang bisnis yang sangat menggiurkan.


Namun demikian, setelah implementasi aplikasi tersebut, ternyata sedikit sekali bahkan tidak ada pengguna yang berminat memanfaatkan, padahal pengguna adalah point pentingnya keberadaan SMS Kampus mengingat ada target yang harus dipenuhi untuk service provider. Disisi harga sebenarnya adalah standard nasional, biaya push-pull (kirim-terima) SMS berkisar Rp 700 hingga Rp 800, cukup murah untuk skala mahasiswa di Balikpapan. Setelah saya amati (tidak ilmiah tentunya) kurangnya minat mahasiswa disebabkan karena lebih sayangnya mereka pada rupiah, ada alternatif lebih murah seperti menggunakan Internet dan konten lebih banyak, jarak yang dekat dengan tempat tinggal dan mudah dicapai dan sebagainya. Ketika saya membuat aplikasi berbasis WAP, saya berasumsi ini akan banyak membantu dan lebih murah dibanding SMS, namun saya kaget, ternyata itu tidak banyak dimanfaatkan untuk membantu mereka.


Suatu ketika saya mengajar, saya sempat mengungkapkan kekesalan ini di depan mahasiswa saya saat itu "Lha iyo, arek-arek iki yak opo sich, wis digawekno teknologi angel-angel, eh ... nggak digawe pisan, koyo ditukokne Lamborghini, ndilalah lha kok nggak iso nyupir kekekeke ..." Begitu saya berujar dengan bahasa Jawa, jujur saja :)