Senin, September 26, 2005

Solidaritas Kebersamaan

Hari ini juga, ketika tiba dikampus saya dapat kiriman 40 buah Gelang Solidaritas Kebersamaan, plus sebuah poster mini seukuran A3.
Berikut saya kutip dari situsnya:

    Di Amerika mulai dari Robin Williams, Sheryl Crow sampai John Kerry memakai gelang yang berwarna kuning untuk mendukung penelitian kanker. Di daratan Eropa Bono (U2), Bob Geldof, Keane, Jamelia, Minnie Driver dan Nelson Mandela memakai yang berwarna putih untuk memerangi kemiskinan. Dari lapangan sepakbola David Beckham dan Frank Lampard memakai warna biru mendukung kampanye anti-bullying, sementara Thiery Henry dan Ronaldinho meluncurkan yang hitam dan putih untuk menghilangkan rasialisme.

    Saat ini gelang-gelang yang dipakai oleh para publik figur ini merupakan bagian dari simbol kepedulian global baru yang dipakai oleh jutaan orang di dunia.

    Pertama di Indonesia sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan anak-anak Indonesia, bulan Maret 2005 ini Yayasan Tunas Cendekia (YTC) menggelar/mengadakan kampanye Gelang Peduli Anak Indonesia. YTC akan mengumpulkan dana melalui hasil penjualan Gelang Peduli Anak Indonesia berwarna merah dan bertuliskan semangat ‘solidaritasKEBERSAMAAN’

    Penjualan gelang seharga Rp.10.000* ini akan disalurkan langsung melalui program-program yang mendukung peningkatan pendidikan anak-anak Indonesia. ...


Untuk wilayah Balikpapan, mau nyumbang plus dapat gelang kebersamaan dapat melalui saya.

Musibah Kebakaran lagi …



Belum selesai cobaan dan ujian panic buying menjelang kenaikan BBM, menyusul pencurian crude oil di Pertamina UP V, dan berhembusnnya issue flu burung, sepertinya Balikpapan masih merasa terusik juga. Kebakaran (sekali lagi) terjadi di Balikpapan tepat dibelakang persis kilang minyak Pertamina UP V, pada hari ini senin menjelang subuh hingga pukul 8 pagi api baru bisa dijinakkan setelah hujan kiriman juga ikut membantu memadamkan. Kurang lebih 492 rumah yang kebanyakan terbuat dari kayu diatas laut hangus terbakar rata dengan tanah, juga hampir menghabiskan perumahan kampung air yang dibangun pemerintah kota Balikpapan. Belum diketahui sebab musababnya, namun sepertinya bukan karena lilin.


Sungguh, saya tidak habis mengerti, heran, trenyuh, dan hanya doa memohon kepadaNya berlindung atas segala cobaan yang mendera. Tak ada komentar yang banyak dari saya, mungkin inilah sebagian duka yang saya rekam yang mungkin dapat mengatakannya, saat kejadian mulai subuh hingga matahari terbit, hiruk-pikuk masyarakat yang bingung mencari famili, mengungsi hingga disudut-sudut laut, serta petugas pemadam kebakaran yang masih meng-grojok sisa-sisa api yang menyala.






Terlihat jelas raut muka 2 anak yang tengah tertegun melihat sisa rumahnya yang masih mengepulkan asap dan rata dengan tanah, mereka masih mengenakan bajunya yang tadi malam dikenakannya, kaos yang telah basah kuyub bercampur keringat letihnya, semestiya mereka pagi itu mengenakan baju seragam sekolahnya, semestinya mereka mengumpulkan pekerjaan rumahnya dan membahas bersama teman-temannya dikelas.

Ani, siswi kelas 3 SD Pertamina dengan Ayahnya, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, hanya bisa melihat rumah-rumah yang sekian tahun ditempatinya telah menjadi abu, rumah yang menjadi saksi masa kecilnya hingga dewasa.
Bapak tua yang tengah berjibaku dan tak mau berdiam diri termangu, seolah ingin menghajar api yang masih menggerigiti tiang rumahnya yang luluh lantak. Disinilah kebersamaan, solidaritas dan membantu sesama sangat dibutuhkan, menghapus duka meraih masa depan.

Semoga musibah seperti ini tidak terjadi lagi..., gumam Pak Ridwansyah yang kusut penuh peluh ini...

Selasa, September 20, 2005

Demam teknologi baru, Wireless Hotspot

Sebenernya teknologi ini bisa dikatakan sudah lama, tapi ada fenomena baru penggunaan wireless hotspot dipakai sebagai nilai tambah untuk mendongkrak pendapatan. Salah satu sisinya, jumlah pelanggan high profile dan expatriat menjadi sasaran tembaknya. Ya, hotel dan café di kota ini lagi demam hotspot. Saya sendiri heran, saat saya berkunjung atau sekedar lewat café yang ada iklan hotspotnya, kok nggak ada pelanggan yang bawa laptop sambil surfing, padahal disediakan gratis. Ada beberapa kemungkinan:

  • Pengunjung hanya kongkow-kongkow aja, sambil menikmati kopi capucino lihat-lihat suasana dan ngobrol. Nggak tahu mungkin cari gebetan baru juga.
  • Niatnya hanya melepas penat seharian kerja, jadi niatnya memang pingin bebas dari suntuknya pekerjaan, bisa sendirian atau dengan rekan kerja, nggak mau direcoki hal-hal yang berbau kerja sedikitpun termasuk internet.
  • Nggak punya laptop, kalopun punya biasanya juga canggung bawa. Bisa jadi karena merasa sendirian, lagian nggak merasa bebas surfing karena pasti dikerumunin orang-orang dari belakang, biasalah namanya teknologi baru. Ada lagi yang punya laptop tapi nggak ada wifi-nya, ah nasib memang!

Jangankan café atau hotel yang jelas peruntukannya untuk para eksekutif berkantong tebal, di kampus aja bisa dikatakan 0,9% penggunanya, kecil banget! Ah, hotspot makanan apa sich itu, apa mirip hotdog? Lho kok? Malah gitu pertanyaan aneh kadang muncul. Oklah, mungkin saat ini masih baru dan hanya orang-orang terrtentu aja yang biasa pake’, suatu saat bisa jadi tiap RT atau malah tiap rumah punya jaringan hotspot sendiri, waaahhh … keren amat!

Senin, September 19, 2005

I-memova, mahal banget!

Hingga tanggal sekian kutulis blog ini, saya belum terima billing tagihan langganan Matrix saya untuk bulan Agustus, mungkin pak pos mau kirim tapi di kampung depan rumah lagi ada perbaikan jembatan, dengan tetap berprasangka baik mungkin juga pak pos akhirnya memilih putar haluan tapi nggak ketemu jalan akhirnya dibawa lagi pulang sama pak posnya.

Nda apalah kali ini tapi jangan sering-sering nggak nyampe tujuan, kan soalnya billing itu juga bayar kurang lebih 4 ribu rupiah. Akhirnya kirim sms ke 777 dapat info tagihan sekalian bayar. Iseng-iseng beli surat kabar ada iklan I-memova, layanan baru push-pull email pada Matrix & Mentari. Sebenarnya sudah lama saya mengetahuinya tapi cuek aja, setelah lirik sana lirik sini kali ini saya lebih perhatikan biaya yang ditawarkan, ya ampuuunn ... mahal banget! Untuk nge-pull aja saat promosi ini kena charge 500 perak, sesudah promosi 750 perak, sedang nge-push lebih gila lagi, 1000 perak! Walaupun mengusung layanan mirip Blackberry, tapi kalo dibandingin sms selisihnya tipis banget. Apalagi email masih tergolong masih rendah untuk keperluan bisnis, mungkin cocok untuk kalangan pebisnis yang mobile aja, itupun nggak banyak.

Juga, kaya'nya masih belum cocok dengan kondisi masyarakat saat ini yang lagi panic buying BBM, mungkin kalo' sekedar untuk jajal-jajalan biar nggak dianggap gaptek bisa oke juga, sudah itu biasanya tutup dech. Lho kok? Sepertinya apatis ya, nda juga, saya rasa masih ada yang lebih hemat dari tawaran I-memova itu tanpa harus ketinggalan bisnis dan informasi, dengan gprs misalnya.

Minggu, September 18, 2005

Balikpapan, tetap si Kota Minyak

Sudah seminggu lebih sejak teman kakak dari Surabaya datang minggu lalu di Balikpapan, saat dalam perjalanan pulang kerumah hampir ditiap sudut jalan besar sambil terkagum-kagum dia melihat kerumunan antrian panjang kebanyakan ibu-ibu dengan jirigen minyak tanahnya, panic buying. Sudah seminggu lebih juga surat kabar nasional “mempertanyakan” kebenaran Balikpapan si Kota Minyak, kira-kira masih layak nggak sih menyandang Kota Minyak.

Lebih mengagetkan lagi, si produsen minyak yang dibanggakan kota ini, Pertamina UP V, malah ketiban sial kemalingan crude oil via Lawe-lawe. Banyak cerita versi surat kabar seolah-olah ikut menghukum siapa-siapa yang jadi maling. Layaknya maling ayam kampung beneran, biasanya bogem mentah, tendang, sikut bahkan batu bisa bikin monyong malah remuk muka si maling ayam. Sebagai pimpinan tindakan langsung memecat pekerjanya yang terlibat dan dilaporkan polisi untuk diproses cukup disesalkan banyak pihak, mestinya mereka diproses lebih dahulu secara hukum agar diketahui tingkat keterlibatannya. Cukup aneh dan mengherankan, yang diduga maling ini ternyata petugas-petugas lapangan dan pengawas jaga saja. Asumsi berkembang, mestinya para petugas ini didaerahnya tinggal adalah orang kaya dan berada, cukup aneh kalo' ternyata jauh dari dugaan biasanya. Cukup aneh juga kalo' kapal tanker besar itu adalah maling yang diketahui dan dibiarkan.

Sabtu sore kemarin, saat saya jalan-jalan sepertinya suasana kota Balikpapan agak sepi, di mall, dilapangan merdeka kompleks Pertamina yang biasanya ramai dipenuhi keluarga dan anak-anak kecil bersantai-santai saat itu terasa sepi dari mereka seolah-olah ikut merasakan duka yang dalam. Yang ada tetap anak-anak muda main bola dengan sepatu bolanya yang bergerigi itu menghancurkan rumput-rumput mungil terawat seolah-olah ikut menghukum Pertamina. Yang agak beda di pantai melawai tempat kongkow anak muda malah ada band musik cadas jalanan, “emang gue pikirin!!”, gitu kali liriknya.
By the way, tentu, kita berharap ada keadilan, dan Balikpapan tetaplah si Kota Minyak.

Selasa, September 06, 2005

Warung Angkringan & Sego Kucing ™ Jogja

Pertama tahu saya heran, kenapa warung-warung beginian ikutan andil mem-populerkan Yogyakarta ke seantero nusantara bahkan didunia. Padahal warung-warung gini nggak beda jauh dengan warung-warung di kota-kota lain. Saking istimewanya, tak kurang pejabat Jogja bahkan walikota hampir tiap tahun promosi ke kota-kota lain di Indonesia, salah satunya ya Balikpapan ini. Penasaran akibat promo pejabat-pejabat ini, akhirnya pas ke Jogja saya diajak Pak Setyo ikutan nangkring diwarung sore hari, salah satunya depan Kantor Gubernuran ini.

Dibanding warung-warung lain sejenis hampir nggak jauh beda, cirinya hampir sama: gerobak beroda, tenda oranye atau biru, lampu senthir, yang makan nangkring, dan yang bikin trade mark adalah sego kucing yang harganya cuma 600 perak, alamak! Jelas beda banget! Harga segitu kalo’ di Balikpapan mah, beli nasi nggak dapat, cuma dapat gorengan satu biji.
Walaupun harganya miring, bahkan njumplang banget, rasanya juga khas nasi juga, sama enaknya, lauk kering tempe, malah Pak Setyo dapat lauk ikan kuecil banget, dibilang ikan teri ya nggak, mujair ya enggak, ikan sepat kali ya, mungkin juga. Yang jelas, malam itu Pak Setyo kelaparan banget, gawat, sebelumnya habis satu porsi ayam goreng, eh, tambah sekali santap sego kucing langsung habis, hap! Sayang, setelah habis dua porsi ayam goreng dan pecel lele, saya hanya sanggup tiga kali suapan sego kucing, weekgg ... wareg tenan. Mumpung murah jek!

Sego kucing, namamu mendatangkan devisa kotamu...