Minggu, Februari 05, 2012

The Rules of Parenting, Opini tentang Aturan Pengasuhan Anak bagi Orang Tua


Kurang lebih seminggu ini di sela-sela rutinitas saya sempatkan membaca buku ini, The Rules of Parenting karya Richard Templar. Meski penulisnya menilai buku ini tidak kontroversial, tetapi saya – dan mungkin beberapa pembaca lainnya – malah menilai kontroversial, karena berisi tentang opini 100 aturan pengasuhan bagi orang tua yang memiliki anak balita hingga remaja atau sebelum usia 18 tahun. Opini? Ya, setidaknya menurut saya, karena ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama dua kali berumah tangga dan pergaulannya dengan orang tua lain.

Penulis buku bestseller internasional The Rules of Life ini tampaknya memang ahli menuangkan pikirannya dengan baik ke dalam kalimat sederhana dan enak dimengerti. Mungkin itu yang membuat orang tertarik membaca, sehingga terjual laris manis. Ini terlihat dari penjelasan dari aturan-aturan pengasuhan yang ditulisnya, sangat runtut, bahkan ia mampu mengaitkan aturan satu dengan aturan lainnya dengan baik.

Tetapi, sering saya dibuat bertanya-tanya dengan apa yang ditulisnya, bukankah buku ini bicara soal aturan? Seperti pada pendahuluan, tampaknya ada pesan kontraproduktif, seperti ini:

Saya tidak mengatakan hanya ada 100 aturan yang harus Anda ikuti dan tidak ada aturan lainnya. Sama sekali tidak. Menurut pengamatan saya, aturan-aturan inilah yang paling penting. [xv]

Jika memang tidak harus diikuti, mengapa aturan-aturan itu penting dan menjadi The Rules?
Apalagi di halaman yang lain penulis dengan jelas menulis kalimat ini:

Saya hanya berusaha menuangkan beberapa prinsip kunci ke dalam tulisan sehingga lebih mudah bagi kita untuk mengikutinya. [145]

Bila pembaca menelusuri dari halaman ke halaman berikutnya mungkin akan menemukan kalimat-kalimat sejenis dan ambigu. Tampaknya penulis bermaksud menyembunyikan pesan agar tidak tampak terlalu keras mengatur pembaca, padahal keras atau lunak inti pesannya sama saja, sama-sama mengatur, dan mungkin secara tidak sadar merasa “lebih” dari orang lain, seperti ini:

Namun untungnya, saya di sini bukan untuk memaksa Anda menjadi seperti saya. Saya hanya meneruskan apa yang telah saya pelajari dari orang tua lain, banyak di antara mereka justru lebih sukses dari saya. [90]

Tampaknya penulis merasa lebih baik dari orang tua lain, dengan menyebutkan orang lain “lebih sukses” secara materi, dan merasa pola pengasuhannya lebih baik daripada orang tua lain.

Pada Aturan 80 soal perilaku sehat terhadap seks anak remaja, saya menangkap pesan penulis tidak secara tegas melarang seks pranikah. Secara implisit aturan ini tampaknya 'membolehkan' seks pranikah asalkan dilakukan dengan bertanggung jawab secara moral dan tidak merugikan kesehatan. Ini terlihat di akhir penjelasannya sebagai berikut:

Saya tidak berkata Anda tidak boleh melakukan hubungan seks pranikah, tapi saya hanya berpendapat tidaklah benar mempermainkan perasaan orang lain, atau menimbulkan risiko bagi kesehatan mereka. [205]

Membaca kalimat tersebut, seolah-olah akan memancing pertanyaan berikutnya: bagaimana dengan seks pranikah yang dilakukan suka sama suka dan pakai kondom?
Ini jelas kontroversial kan? Tentu banyak orang akan menjawab agama sangat jelas dan tegas melarang, bahkan jika melanggar ada sanksinya.

Mungkin pembaca harus membaca aturan demi aturan ala Richard Templar ini dengan pikiran jernih, cerdas, dan tidak emosional. Sepanjang yang saya baca, buku ini tidak menyinggung sedikit pun soal aturan agama atau yang terkait ibadah tertentu. Mungkin harapannya agar buku ini menjadi universal, sehingga mudah diterima masyarakat internasional, tanpa memandang suku, agama, ras, dan sosial.

Meski demikian, apabila pembaca menginginkan untuk memperluas wawasan tentang bagaimana pola pengasuhan anak sebelum usia 18 tahun, buku ini mungkin bisa dijadikan salah satu referensi. Seperti baru-baru ini, anak saya mengalami bullying dengan anak lain. Malam sebelumnya saya membaca Aturan 65 yang mengajarkan anak berani membela diri ketika di-bully atau diejek. Melihat kejadian tersebut, apa yang harus saya lakukan? Saya ikuti Aturan 65 tersebut dengan mendorong anak agar tampil percaya diri dan berani melawan ketika di-bully. Hasilnya, meski anak sempat menangis saat diejek, ia segera bangkit, melupakan tangis, dan kembali bermain. Bahkan anak yang nge-bully itu ternyata ketahuan cemen, karena tidak lama kemudian justru menangis karena di-bully orang lain. :-)

Selanjutnya, buku ini terserah Anda, dibaca atau tidak sama sekali, dan buku ini bukan kitab suci. Dari 100 aturan yang ada, Aturan 4 mengatakan bahwa hampir semua aturan sesekali dapat dilanggar. Ingat, ada kata hampir! Artinya, tidak semua rules itu boleh dilanggar, kalaupun ada yang dilanggar itupun sesekali saja, tidak boleh terlalu sering! :-D

Hadeeh... aturan kok boleh dilanggar. :-)