Kamis, Maret 23, 2006

Ada sistem, kok tambah runyam?

Entahlah, saya malah tambah bingung dengan judul ini, ada sistem, ada aturan, eh, kok malah tambah runyam, tambah sulit, mbulet kaya’ benang mbulet.
Hal ini terkait dengan sistem informasi yang saya buat untuk pendaftaran ulang, pengisian kartu rencana studi dan perwalian akhir-akhir ini. Secara teknis, saya telah mendapat banyak masukan dari temen-temen pengguna yang mau berterus terang sama saya, padahal setiap perwalian dengan saya, saya selalu bertanya pada mereka “Ada masalah?” dan ternyata jawabannya selalu sama “Nda Pak”. Nah, baru terakhir ini ada Mas Yadi Supriyadi menyatakan kalo’ sistem ini masih nggak efektif, terutama di mesin cetaknya yang nggak ada, sehingga pengguna kesulitan mencetak, mau nggak mau harus cetak diluar, apalagi jika kertas krs rusak, pengguna akhirnya minta lagi, begitu seterusnya. Kasus pembandingnya kalo’ dulu walaupun si mahasiswa datang ke kampus dan ngisi krs, langsung cetak ditempat, kertas telah tersedia secukupnya. Cetak beres dan perwalian.

Ya, sepertinya sistem ini harus disosialisasi lagi agar tidak terjadi mis-pengertian, tujuan awal sistem ini saya ajukan dulu pada rapat pimpinan adalah paperless, tidak membutuhkan kertas lagi untuk mengisi krs, intinya, jika menggunakan sistem untuk mengisi krs telah masuk kedalam database dan telah tersimpan, tak perlu lagi mencetaknya kecuali untuk catatan sendiri, atau ada keperluan dengan dosen penasehat akademik untuk bimbingan dan batal tambah.

Saya menyadari, sistem ini belum begitu efektif dan effisien, namun setidaknya dapat mengurangi beban pekerjaan petugas entri, mempermudah pengguna mengakses informasi dimanapun berada, memperlebar batas waktu pengisian krs, serta mempersigkat proses penyusunan pelaporan administrasi.
Dari beberapa masalah yang dapat dicermati untuk periode yang akan datang diantaranya:

  • Penambahan perangkat cetak/printer dot matrix serta kertas krs continuous untuk cetak ditempat.

  • Adanya petugas pengawas di lokasi perwalian untuk mengontrol penggunaan fasilitas ruangan dan internet sesuai dengan kapasitasnya.

  • Penyusunan jadual perwalian yang terstruktur sesuai waktu yang ditentukan. Agak susah ngaturnya, karena nggak punya kapasitas dan bergaining.

  • Pemasukan nilai tepat waktu, ini berkait dengan syarat pengambilan jumlah sks bagi mahasiswa yang bersangkutan. Saya sendiri nggak ngerti apa sih kesulitannya nyetor nilai tepat waktu sama telat berminggu-minggu, kalo’ itu soal kewajiban, tanggung jawab dan kelayakan untuk tetap eksis. Dari desas desus sih, akibat kurangnya perhatian manajemen, ah, itu sih basi. Jangan heran kalo’ ada seruan “Take it or leave it!”

Selebihnya, beberapa masalah umum yang biasa terjadi dan bukan karena kesalahan sistem. Well, mudah-mudahan lebih baik.

Jadi Wasit Sepak Bola Gajah, enak nggak?

Masih ingat sepak bola gajah yang pernah dilakukan kesebelasan nasional Kita dulu, saat bermain karena kepentingan, like and dislike? Ya, pemainnya nggak main sambil naik gajah layaknya sepakbola gajah di Lampung, tapi mainnya nggak fair, sangat kentara nggak serius, ayas-ayasen, sembarangan, dan akhirnya jeblosin bola ke gawang sendiri. Apa jadinya, jelas penonton males nonton karena mainnya kaya’ sandiwara, dagelan nggak lucu.

Saya sendiri sudah lupa kejadian itu kapan, sepanjang sepengetahuan saya waktu itu saya juga nonton, tapi yang saya baru ingat adalah saya nggak tahu apa perasaan sang wasit saat itu, apakah senang, biasa saja, atau malah ikutan jadi gajah.
Yang jelas akhirnya saat itu, Indonesia diskors nggak fair karena bermain sepak bola ala gajah, entahlah, kenapa sepak bola gajah (yang benar-benar gajah) dibuat perumpamaan oleh media massa seperti demikian, padahal menurut saya sih, jika diperhatikan betul betul gajah bermain sangat fair-play. Dan tentu saja, wasit sepak bola gajah beneran dengan wasit sepak bola gajah gajahan berbeda kepuasannya. Wallohu ‘alam.

Rabu, Maret 15, 2006

Photo’s of the Family Day Contestant

Diantara event-event seru sebagai ajang refreshing menghilangkan kejenuhan bekerja, mereduksi kesenjangan atau gesekan antar sesama anggota didalam suatu organisasi, perusahaan ataupun lembaga baik yang nirlaba maupun profit oriented, yang paling seru dan sedikit lebih murah jika dibanding outbound adalah family day.

Ah … rasanya basbang kalo’ cerita tentang apa itu family day dan outbound, bagi saya sih paling seru adalah mencari saat-saat yang paling unik untuk acara-acara seperti ini, mengambil objek gambar yang lain daripada yang lain. Pada event family day tempat kerja saya kemarin, diantara 85 buah foto yang berhasil saya rekam, saya hanya pilih beberapa yang menurut saya unik karena mengandung beberapa hal seperti kesulitan pengambilan objek gambar bergerak, keaslian karakteristik objek serta menunjukkan kejadian apa adanya dan tak terkesan dibuat-buat. Sayang, kamera yang saya gunakan sudah agak usang, maklumlah bukan fotografer beneran, hanya sekedar hobi jepret sini jepret sana dan asal jepret saja. Nggak heran, untuk ketajaman gambar dengan daya jangkau objek diatas 10 meter nggak begitu bagus, sama juga seandainya jika dilakukan zooming kalopun di-croping pun malah jadi berantakan pikselnya, kacau. Jadi, jangan salahin saya kalo’ saya diminta mem-photo orang-orang banyak ini dari jarak yang cukup jauh, 11 meter, apalagi latar belakang lebih terang, hasilnya man …!

Layaknya majalah foto yang memilih photo bulanan dari para pembacanya, sedikit ngikut mereka nggak salah juga kalo saya memilih photo pilihan saya sendiri, ya … ya … ya … lagi-lagi saya baru belajar memphoto he … he …

Photo ini, saya ambil dengan tombol shutter tetap tertekan setengah, ISO-50, objek Si Yubi menggigit sendok dengan kelereng dan berjalan cepat, arah kamera saya ikutkan objek sehingga hasilnya latar belakang menjadi blur, pada akhirnya untuk membuat latar belakang makin blur dengan bantuan Photoshop blur-motion ditingkatkan lagi, jadi objek terlihat agak jelas, guratan otot lehernya amat kencang menggigit sendok, gregggh …
Selamat Yubi, Anda layak jadi bintang Family Day kali ini.


Sedangkan photo yang menunjukkan kejadian unik apa adanya adalah kejadian “curang” dalam permainan sendok kelereng ini, ya… sendok dengan pasir untuk mengganjal kelereng agar tidak goyang dan tetap stabil. He … he … nggak apa, lha wong permainan saja kok


Nah, yang paling asli adalah Mbak Dian ini, nggak tahu kenapa gayanya sambil “halo-halo” kok kakinya ditekuk sebelah gini. Tapi saya salut dech, beliau mampu melengkapi panitia dan menyempurnakannya, “Hidup, Mbak Dian!” gitu sorak peserta. “Ya, saya memang harus hidup …” gitu jawabnya ringan diakhir acara, he … he …