Rabu, Januari 27, 2010

Quotes: Indiana Jones and The Kingdom of The Crystal Skull


Film garapan Spielberg yang dirilis tahun 2008 lalu ini mungkin sudah banyak yang menontonnya, dan mungkin basi kalau sinopsisnya diceritakan kembali. Tidak, tentu di sini tidak bercerita tentang sinopsis, silakan temukan sinopsis di Internet. Di sini saya hanya mencatat quotes Dr. Henry Jones, Jr. aka Indiana Jones aka Indy yang diperankan Harrison Ford, pada adegan ketika dikejar agen KGB di lingkungan kampus. Saking serunya, Mutt (Shia Labeouf), pemuda yang membonceng Indy, sambil bermotor ngebut masuk ke dalam gedung perpustakaan kampus lalu jatuh di bawah kolong meja. Saat itulah ada mahasiswa yang tertanya, “Excuse me, Dr. Jones. I just had a question on Hardgrove's normative culture model.” Sambil bangun dari jatuhnya Indy menjawab, “Forget Hardgrove. Read Vere Gordon Childe on diffusion ism. He spent most of his life in the field. If you want to be a good archeologist, you got to get out of the library!”

Ya, Indy tidak salah, mendapatkan ilmu memang harus belajar dari ahlinya, dan untuk menjadi ahli tidak hanya sekedar belajar teori saja, tapi juga belajar menyelesaikan masalah-masalah nyata lainnya juga.

Knowing is not enough, we must apply. Willing is not enough, we must do. - Johann Wolfgang Von Goethe.

You're not a detached observer

Jauh sebelum Internet hadir, para profesional dan ilmuwan membutuhkan informasi dari sumber pengetahuan yang berfisik besar, seperi buku tebal maupun catatan yang dikumpulkan dari ribuan macam percobaan, hingga tersusun dan disimpan dalam perpustakaan. Kemudian perpustakaan menjadi salah satu sumber utama dan rujukan berbagai sumber ilmu pengetahuan untuk dikembangkan lebih lanjut. Akumulasinya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat dan semakin lebih baik. Dengan demikian, semakin banyak membaca dan bereksperimen pada bidang yang ditekuninya, semakin memperkuat pengetahuan dan pengalaman seseorang untuk menjadi ahli dibidangnya tersebut.

Waktu kini berubah, Internet hadir menjadi bagian dari pekerjaan, gaya hidup, atau sekedar hiburan, selain menjadi perpustakaan digital yang dapat memperkaya sumber ilmu pengetahuan. Seiring dengan itu, banyak orang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik dan fokus dalam menerima informasi penting yang dibutuhkan dari Internet, dan Internet secara simultan tanpa henti memberikan informasi tak terbatas. Tetapi pastinya, kemampuan memory manusia sangat terbatas bila dijadikan repository yang digunakan untuk menyimpan miliaran informasi dari Internet, bahkan informasi selingan (distraction) --seperti update status, gosip selebritis, tebak-tebakan, atau selingan lainnya -- pun bisa membuyarkan fokus pikiran dalam mengerjakan atau mengingat sesuatu yang penting. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana mengenali kemampuan diri untuk fokus dalam pekerjaan yang ada saat ini daripada sekedar memiliki banyak informasi pengetahuan tetapi tanpa tindakan berarti.

Kini, Internet menjadi external knowledge yang dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan yang tak terbatas, tanpa perlu banyak mengingat dan menyimpannya dalam memori otak yang terbatas, sehingga dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan internal saja. Kebutuhan internal itu sendiri adalah fokus untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan bidang yang dihadapi saat ini.

Meski demikian, Internet memiliki kesamaan dengan perpustakaan konvensional, yaitu informasinya akan menjadi “sampah” bila tidak diperbarui, diperbaiki, dikembangkan, dan ditingkatkan lebih baik oleh pengguna Internet itu sendiri. JD Lasica, founder dan editorial director socialmedia.biz memberikan tips: “Be human. You're not a detached observer, but a participant who need to share and give back instead of just taking.”

Have a nice day!

Senin, Januari 11, 2010

10/01, Introspeksi Setahun Bermain Facebook dan Social Media

Tanggal 10 Januari adalah hari bersejarah bagi saya pertama kalinya mulai aktif bermain Facebook dan ikut bersosialisasi melalui media baru tersebut. Sebenarnya tak ingat kapan pastinya tanggal bersejarah itu, tapi melalui email data menjadi mudah ditelusuri kembali. Dengan begitu akan tahu kira-kira kapan dan bagaimana mulai aktif ber-facebook ria. Selama setahun itu cukup merasakan asam, asin, manis, hambar, dan kecutnya Facebook. Sebagaimana bersosialisasi yang sesungguhnya dalam hidup bermasyarakat, saat berkomunikasi verbal bisa menunjukkan tutur kata, intonasi suara, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah, namun saat bersosialisasi di social-media sangat terbatas sehingga sering menimbulkan masalah, siapapun pengguna Facebook aktif akan merasa mengalaminya atau tidak.

Pengalaman tersebut menjadi sangat berharga, sehingga ada beberapa pengalaman yang saya catat sebagai pelajaran yang mungkin tidak terlalu istimewa. Pertama, terjalinnya kembali kontak komunikasi dengan teman-teman lama yang terpisah belasan hingga puluhan tahun lamanya, beberapa kasus di media massa menyebutkan hingga bisa menumbuhkan cinta lama bersemi kembali yang menimbulkan masalah hubungan dalam rumah tangga, atau masalah hubungan antar personal lainnya. Kedua, wawasan dalam mengenal berbagai macam karakter manusia secara terbatas, baik secara konteks maupun konten dari status dan aktivitas subyektif pengguna. Mengontrol dan menempatkan diri untuk bijaksana melihat situasi, itu adalah pilihan baik. Ketiga, setiap saat siapapun bisa menjadi apapun, kapanpun mau, dan resiko ditanggung sendiri. Keempat, tak ada junker dan spammer yang menyenangkan. Kelima, antisipasi banyak user mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan dengan rutinitas. Keenam, banyak group yang inkonsisten dan vakum. Ketujuh, kontrol waktu secara proporsional. Kedelapan, banyak undangan yang tak jelas dan asal.

Sampai di sini, lebih banyak mana antara manfaat dan mudharat? Berhenti, kurangi, beralih, atau bersahabat dengan Facebook, itu semua adalah pilihan. Selamat memilih.