Minggu, Maret 30, 2008

Google Maps dan Peta Kuliner

Beberapa waktu yang lalu, saya mendownload perangkat lunak Google Maps for Mobile versi 2.0.3(#2035) platform Nokia-N70. Saat pertama mencoba gagal, ya sudah lain kali saja. Kalau tidak salah, saat itu juga saya membaca blogger Yogyakarta yang menceritakan pengalamannya ada Culinary Maps Jogja yang dijual pedagang asongan, hmm... ini dia. Secara tidak sengaja, sore sepulang kuliah saya menjumpai ada pedagang ini di perempatan Mataram Kaliurang. Setelah tawar menawar akhirnya saya dapatkan seharga 10 lembar uang seribuan.

Kenapa beli peta? Apa belum hapal jalanan Jogja?

Ya. Saya belum begitu familiar jalan-jalan di Jogja, sebenarnya tahu saja, hanya beberapa lokasi yang menyebutkan tempat tanpa alamat saja yang kadang bikin sebel. Selain itu, kadang saya butuh relaks, biasanya balas dendam soal makananan, dengan mencari tempat-tempat warung makan yang nyaman sekaligus enak. Maklum, hari-hari makan tidak teratur, apa adanya, kadang disebut 4 sehat saja sudah syukur, apalagi 5 sempurna. Ini yang kadang istri saya tak bosan-bosannya mengingatkan agar kondisi badan dan kesehatan dijaga. Sempat bulan lalu saya dibawakan tepung bubuk temulawak dan jahe bikinannya sendiri, agar rutin dan mudah saya minum.

Dengan adanya peta kuliner, saya berharap dapat menjumpai sekaligus menjajal segala macam makanan sesuai peta tersebut. Tentu tidak semuanya dan sekaligus, setidaknya sesuai lingkar perut dan lidah serta ukuran kantong mahasiswa saja. ;-)

Lalu, bagaimana dengan Google Maps?

Google Maps sudah terinstalasi dan sudah bisa diakses, hanya saja membutuhkan resource dan biaya yang tidak sedikit. Setidaknya area tercover pada jaringan 3G atau Internet broadband, serta mobile device yang mendukung. Sebagai misal, saya berada di posisi perempatan Mataram Kaliurang, sedang ingin menuju Keraton Jogja. Dengan Google Maps, saya akan melihat jalur-jalur jalan yang menuju ke arah Keraton. Dari handset diperoleh besaran data terkirim 50 kilo byte (KB) dan data diterima 800 KB. Dengan demikian, bila dikalikan biaya rata-rata akses Internet dengan volume based taruhlah Rp 1,-/KB, maka akan dikenakan biaya Rp 850,- saja. Setelah dari Keraton, mau melanjutkan perjalanan lagi ke Prambanan atau mencari tempat makan misalnya, maka tinggal dihitung berapa biaya yang dibutuhkan. Kalau hanya untuk itu, saya kira peta kuliner sudah cukup membantu dan hemat.

Google Maps yang diakses secara mobile melalui handset akan lebih membantu, apabila saya adalah seorang ibnu-sabil yang sering melakukan perjalanan jauh dan berpindah-pindah kota, propinsi, bahkan antar negara. Dalam waktu tidak terlalu lama, saya kira Google Maps akan melengkapinya dengan disertai beberapa penunjuk jalan, tentu beberapa area harus didukung infrastruktur jaringan Internet yang memadai.

Bagaimana dengan yang di lokasi pengeboran minyak di lepas pantai atau rig, lalu penambangan di hutan, pekerjaan proyek infrastruktur hingga nelayan di laut misalnya, apakah bisa dengan Google Maps? Lebih dari itu, GPS berbasis satelit biasanya yang dipakai dan lebih memadai.

Jumat, Maret 28, 2008

Ribut Membangun Bangsa

Ribut membangun bangsa?

Beda pendapat itu biasa. Walaupun merasa benar, tak perlu gontok-gontokan, bersitegang, emosional, apalagi mendiskreditkan orang lain, biasa sajalah, ikuti pelan-pelan, tak perlu semuanya, tak perlu serius banget, itu menguras tenaga, produktifitas otak dan energi positif jadi hilang, jobs dan tasks jadi tertunda, rugi kan?

Membangun bangsa caranya gampang. Salah satunya bisa melalui blog, diawali dengan menulisnya, berisi hal-hal mulai dari yang kecil, mulai dari lingkungan terdekat, mulai dari hal-hal sepele, hal-hal yang remeh, beri kesan positif apa yang pernah dilakukan atau pengalaman positif, kadang bagi saya ini baik untuk instropeksi diri. Bila pesan untuk orang lain, beri pesan membangun dan tidak bertele-tele, jelas, tidak basa-basi, tidak menggurui, dan mudah dimengerti. Sekali menulis bercanda tidaklah mengapa, yang penting candaan itu bisa berfaedah, menghibur dan toleran, itu juga baik dan sehat.

So, menulislah dengan sehat, jangan manyun mulu.

Jumat, Maret 21, 2008

Berkunjung ke Teman Lama

Pagi tadi berangkat dari Yogyakarta naik travel, alhamdulillah, akhirnya waktu isya' saya tiba di Malang, langsung menuju kediaman teman lama. Kunjungan ke rumahnya ini adalah atas tawarannya yang
disampaikan ketika chatting. Sempat saya maju mundur, apakah saya berani atau tidak, bahkan dalam perjalanan terlintas untuk balik kucing saja, putar balik ke tempat dahulu tinggal di Malang. Tetapi akhirnya saya harus menepati kesanggupan saya sebelumnya.

Tiba di rumah, saya langsung dijemputnya bersama suaminya. Saya tidak menyangka akan sambutannya yang begitu hangat, gaya berbicaranya yang medok logat Malang masih kental, membuat saya yang kaku ini jadi mengeluarkan gaya Suroboyoan saya, ya begitulah, jarak pertemuan yang lama semenjak masing-masing lulus sekitar 10 tahun lalu, cair begitu saja seperti sehari berpisah.

Segelas kopi panas dan segelas teh hangat plus camilan menjadi hidangan awal perjamuan. Karena pagi sebelum berangkat saya telah minum kopi, jadi saya pilih minum teh hangat saja. Perbicangan demi perbicangan membahas acara kopi darat serta kunjungan ke pernikahan salah seorang rekan, membuat perut saya main keroncong sendiri. Untunglah, tuan rumah tangggap lalu mengajak makan bareng di luar. Dari sini, materi perbincangan semakin melebar, dari perihal mobil antik yang mirip punya Mr Bean hingga masuk ke ranah pemrograman, walah!

Tentu saja, bukan ia kalau tidak demikian, dulu waktu sekelas dengannya, ia terkenal dengan kecerdasannya berlari kencang, sudah saya akui luar biasa. "Bur, apa bedanya bahasa C dengan C++? Object oriented itu apa sih? Lawannya object oriented itu apa? Bedanya kalo Borland C, Visual C, gcc, itu apa? Unix itu turunan Linux apa Linux turunan Unix? Contohnya apa kalo itu object oriented, trus apa itu procedural? bla...bla...bla..." Gila dink! Itulah sebagian pertanyaannya yang dicecarkan pada saya, wajar pertanyaannya demikian karena latar belakangnya di Teknik Sipil. Jelas, saya kelabakan menjawab dengan mudah, jawaban bijak tentu bukan dengan menjawab apa
adanya, biasanya akan mudah dengan pemisalan atau analogi. Sedangkan memilih analogi yang tepat untuk menjelaskan saja butuh waktu, eh... sudah menyusul cecaran lainnya. Singkat jawaban, coba cari di Google dengan kata kunci tersebut hehehe...

Selesai makan, kita kembali ke rumah dan saya ditinggal sendirian untuk selanjutnya istirahat malam. Badan capek dan mata ngantuk, rasanya nyenyak bila dibuat tidur. Entahlah, melirik segelas kopi yang sedari tadi belum kuminum, rasanya pingin menyeruput saja, mubadzir dianggurin, seruput sedikit ah... akhirnya, hingga menjelang pagi mata ini masih kedip-kedip, nggak bisa tidur ding! Aaarrgh...!

Sabtu, Maret 15, 2008

Seorang Ubuntu Zealot yang Mac Bigot


Setelah mampir di authorized Mac di Mega Bazaar Computer, Yogyakarta, dan sempat incip-incip rasanya Leopard, walah... nggak biasa tangan ini megang mouse khas Mac OS. Tekan tombol tengah, eh... malah zooming, weh... jadi kelihatan seperti orang kemlinthi yang o'on! Halah!

Masih ada keinginan mejeng minimal dengan MacBookAir gitu, tapi entah kapan ya, lagian apa itu penting? Ah... sementara modifikasi Ubuntu ini saja sudah cukup, Ubuntu Zealot yang kepingin Mac Bigot hahaha...