Sabtu, Maret 24, 2012

Sepeda, Moda Transportasi Alternatif dan Modal Narsis di Balikpapan

Lebih dari 5.000 pencinta olahraga sepeda memenuhi
Lapangan Merdeka, Balikpapan, Minggu (29/1/2012).
Dok. Kaltimpost.co.id

Dalam sepekan ini saya mencoba menghidupkan kembali dan membiasakan diri bersepeda menuju tempat kerja atau kampus. Mulanya, gowes ini untuk olah raga yang bila ada kesempatan saya lakukan di Minggu pagi atau Sabtu sore, kadang bersama istri, sesekali bersama anak-anak, baik jarak pendek atau jauh untuk ukuran kami.

Jarak terjauh kami lebih kurang 20 km, dengan rute mulai dari Baru Tengah, Karang Anyar, Pelabuhan Semayang, Kantor Walikota, Markoni, Gunung Malang, Karang Jati, Rapak, Karang Anyar, dan kembali ke Baru Tengah. Sedangkan jarak pendek hanya seputar Jembatan Sepaku dan Pasar Pandansari.

Secara umum kontur dan kondisi jalan cukup bagus untuk dilalui dengan bersepeda, dan jalan masih dalam area bisnis di kota Balikpapan. Saat ini yang diperlukan adalah jalur hijau dan rambu-rambu khusus pesepeda.

*******

Dalam 3 tahun terakhir saya perhatikan banyak event fun bike atau cross country yang diadakan di Balikpapan. Muncul pula kelompok atau komunitas sepeda seperti onthel mania maupun komunitas sepeda dari perusahaan maupun jejaring sosial. Beberapa perusahaan besar yang ada di Balikpapan pun sejak 3 tahun lalu bekerja sama dengan pemerintah kota menyediakan jalur hijau khusus untuk pesepeda. Ini pertanda baik regulator dan fasilitator untuk para pengguna sepeda.

Sayang sekali, kegiatan bersepeda hanya ramai di akhir pekan saja, bahkan tidak sedikit digunakan untuk heboh ajang pamer sepeda maupun kostum pakaian. Artinya, selama ini sepeda masih digunakan untuk sekadar bersenang-senang saja di akhir pekan. Sepeda belum menjadi alat transportasi alternatif menggantikan mesin-mesin berasap, yang memenuhi jalanan dan banyak menguras bahan bakar minyak.

Meski demikian, saya optimis bahwa suatu saat masyarakat, tidak hanya Balikpapan, secara perlahan akan merubah moda transportasinya beralih ke sepeda. Hal ini didukung adanya fakta -- dari event fun bike tersebut -- yang menunjukkan bahwa sebagian masyarakat kota telah memiliki sepeda dan mulai menggunakan sepeda untuk beberapa kegiatan dasar seperti olah raga, bekerja, belanja ke pasar, atau antar jemput anak sekolah.

Fakta berikutnya adalah jumlah pengendara motor yang cukup besar dan kemacetan yang terjadi di beberapa ruas jalan pada waktu pergi dan pulang kerja. Apabila kemacetan terus terjadi setiap hari, secara psikologis akan mendorong masyarakat mencari transportasi alternatif. Meski jumlahnya tidak banyak, tetapi setidaknya ikut memberikan pengaruh ekonomi.

Mari hitung-hitungan, diasumsikan jika setiap satu orang mengkonsumsi bensin 1 liter sehari, dan dalam satu kota ada 1000 orang beralih moda transportasi ke sepeda, maka berarti ada 1000 liter per hari yang bisa dihemat kota Balikpapan. Bisa dibayangkan berapa penghematan yang bisa diperoleh dalam sebulan, setahun, 10 tahun? Ini baru salah satu cara mengalihkan konsumsi BBM (bensin) dan kemacetan dengan bersepeda, dan mungkin masih ada banyak cara lain.

Untuk itu dibutuhkan sosialisasi (sosio kultural) guna menumbuhkan kesadaran masyarakat dan budaya bersepeda. Diawali dari gerakan sepeda di lingkungan pemerintah kota, SKPD, sekolah hingga perusahaan-perusahaan dalam gerakan bike to work, bike to office, bike to school atau apalah namanya. Gerakan ini diperlukan paling tidak agar masyarakat tidak minder menggunakan sepeda. Kabarnya gerakan ini sudah ada dan diadakan setiap hari Jumat, sebagai Hari Bersepeda bagi masyarakat Kota Minyak

Bila sudah ada gerakan tersebut, secara perlahan pemerintah kota diharapkan menyediakan fasilitas atau sarana, dan memberlakukan waktu-waktu khusus bebas kendaraan bermotor dan truk pada jalan raya tertentu, atau penambahan fasilitas jalur hijau dan rambu-rambu khusus untuk pesepeda.

Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk menfasilitasi dan memberikan kepastian hukum pada masyarakat, seperti langkah pemerintah pusat pada konsumsi minyak tanah beralih ke gas alam, dan terbukti mampu meredam ketergantungan masyarakat akan minyak tanah. Begitu juga terhadap ketergantungan bensin, pemerintah kota perlu campur tangan mengatur dan memfasilitasi penduduk kotanya dengan baik. Ini terbukti dengan adanya peraturan sementara pembatasan BBM seperti dilansir di media massa ini.

Jika sudah ada kepastian hukum dan sarana prasarana, masyarakat akan merasa aman dan nyaman bersepeda, yang implikasinya ikut menyumbang penghematan BBM, khususnya bensin.

Bagaimana pendapat Anda?