Senin, Juli 13, 2009

Bermain dengan RIA, Rich Internet Application


Tampaknya RIA akan menjadi mainan bagus di masa depan, beberapa waktu lalu saya sempat mencoba Facebook for AIR, tapi ternyata menggunakan resource CPU yang cukup tinggi. Sempat saya penasaran dengan Time Desktop, yaitu aplikasi desktop untuk pembaca Time.com, dan kecewa berat pada e-paper Kompas dan beberapa media Internet yang... ah, no-comment lah, namun kini terhibur kembali dengan adanya New York Times, dan wasting time bersama Seesmic Desktop yang cool banget.

Dari sisi Technological Mix, dukungan terhadap RIAs muncul beragam dari beberapa single technology macam Adobe dengan Adobe AIR, Microsoft dengan Silverlight, Sun Microsystems dengan JavaFX, atau Open Laszlo berbasis Open Source yang kompatibel dengan Flash dan diklaim tidak menyebabkan vendor-lock-in, tetapi yang perlu dari semua itu adalah pemanfaatan RIAs haruslah sama secara bebas digunakan untuk lintas platform, prinsipnya one runtime environment for all.

Semoga bermanfaat.

Sabtu, Juli 04, 2009

Format e-Paper Kompas.Com Memaksa Banget

Saya tidak habis pikir rasanya, benar-benar tidak menduga epaper.kompas.com begitu cepat berubah. Sebagai salah satu pengguna Linux, saya menggunakan epaper.kompas.com untuk koleksi kliping artikel dengan cara take-screenshot, baik artikel berita maupun iklan inspiratif yang menarik saya. Saya tertarik situs tersebut dan pernah saya posting di blog saya, dan saya biasa suka mengoleksi kliping digital, seperti yang pernah saya tempel juga di blog saya ini. Saya akui, cukup berat untuk mengakses epaper Kompas dengan bandwidth minimalis IM2 milik Indosat yang saya langgan ini. Saya tidak tahu mengapa IM2 sangat minimalis, apakah karena harganya murah hanya 100 ribu perbulan unlimited, ataukah karena memang kualitasnya hanya sampai disitu saja? Saya tetap tidak tahu alasan pastinya, dan saya harap ini bukan pencemaran nama tidak baik IM2. Meski demikian, bila suatu saat bandwidth mencukupi dan ada kesempatan membaca, saya dapat mengakses epaper untuk sekedar membaca koran digital itu. Ini mempermudah saya dengan segala keterbatasan untuk mendokumentasikan berita pilihan saya. Namun bila bandwidth mengecil, saya hanya puas mengakses situs berita yang saya langgan di Google Reader melalui perangkat genggam sederhana saya.

Dengan adanya perubahan platform epaper -- yang sebelumnya cukup ramah digunakan oleh beberapa platform -- menjadi hanya untuk satu platform sistem operasi tertentu, maka dampaknya banyak pengguna Linux yang tak berkutik dan tidak dapat mengakses format epaper.kompas.com terbaru itu, meskipun ada tambahan instalasi mono sekalipun. Kini, situs itu walaupun kelihatan tambah canggih, tapi serasa menjadi tidak menarik lagi karena membatasi ruang gerak pembacanya, dan pembaca serasa dipaksa untuk berpindah menggunakan platform yang jelas-jelas bukan menjadi pilihan dan kebutuhannya. Bagi saya ini soal kultur saja, ibaratnya wong ndeso yang biasa nongkrong di warung angkringan nasi kucing yang ekonomis, halal, bikin kenyang dan bergizi, maka tujuan mengisi perut sudah tercapai, daripada wong ndeso sok kaya tapi suka "membajak" alias makan nggak bayar di McDonald, taunya malah bikin sakit perut dan muntah karena nggak cocok. ;-)

Tapi sudahlah, itu sudah menjadi keputusan manajemen Kompas.com selaku enterprise. Bagi saya, semua itu menjadi pelajaran penting bagi organisasi bisnis apa saja, untuk mempertimbangkan kembali langkah penerapan TI tidak hanya berdasarkan teknologi semata, tapi juga atas dorongan bisnis. TI bukan lagi dipandang sebagai pendukung proses bisnis saja, melainkan kebutuhannya lebih didasarkan atas dorongan data fungsi bisnis sesuai kondisi saat ini dan rencana masa depan. Sama seperti situs Internet Banking saat ini, situs media memiliki salah satu fungsi bisnis menjangkau dan melayani customer yang platform-nya heterogen dan dipandang sama, tanpa mendiskriminasi sedikitpun customer yang lain. Nah, disitulah tantangan situs perusahaan berbasis layanan menjalankan TI selaras fungsi bisnis untuk meraih visi yang lebih besar.