Rabu, Juni 16, 2010

TI dan Masyarakat: Penghindaran Kesimpangsiuran Informasi atas Video Porno yang Diduga Dilakukan Artis

Geert Hofstede, seorang Profesor dari Universitas Maastricht Belanda mengungkapkan penelitiannya tentang 5 macam dimensi budaya. Penelitian itu ditujukan untuk memberikan wawasan tentang budaya-budaya yang ada di dunia, sehingga, kita, diharapkan dapat lebih efektif dalam berinteraksi dengan orang di negara-negara lain. Jika dipahami dan diterapkan dengan benar, informasi tentang dimensi budaya ini diharapkan dapat mengurangi tingkat frustrasi, kecemasan, dan keprihatinan. Hofstede menjelaskan, kita, cenderung memiliki anggapan bahwa semua orang itu adalah sama. Anggapan ini mendorong kita bila masuk ke daerah atau ke negara lain, dan membuat keputusan berdasarkan pada bagaimana kita bekerja di daerah asal atau negara asal kita, maka kemungkinan kita akan membuat keputusan yang sangat buruk.

Awalnya, Hofstede menganalisis basis data karyawan yang dikumpulkan IBM antara tahun 1967 sampai dengan 1973 yang mencakup data di lebih dari 70 negara. Tahun 2001 nilai tercatat meliputi 74 negara dan daerah, sebagian didasarkan pada basis data dari IBM, namun pada populasi studi internasional yang berbeda. Dari hasil awal, setelah kemudian diperbarui dan dilakukan penambahan, Hofstede merumuskan sebuah model yang mengidentifikasi 4 dimensi budaya. Dimensi budaya ini digunakan untuk membantu dalam membedakan budaya-budaya yang ada dalam masyarakat di dunia, yaitu: Power Distance, Individualism, Masculinity, dan Uncertainty Avoidance. Tiap negara diteliti berdasarkan dimensi budaya itu, dibandingkan nilai dan perilakunya, dan kemudian pada Power Distance dan Uncertainty Avoidance diberikan nilai indeks yang menunjukkan tingkat penerimaan masyarakat atas dimensi budaya tersebut. Pada penelitian internasional selanjutnya yang dilakukan pada China, Hofstede memberikan penambahan satu buah dimensi berikutnya yaitu Long-Term Orientation.

Sumber: http://www.geert-hofstede.com/hofstede_indonesia.shtml

Berdasarkan penelitian tersebut, Uncertainty Avoidance Index (UAI) dibuat memiliki nilai indeks antara 0 sampai dengan 100. Nilai tersebut menggambarkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap kesimpangsiuran/ketidakpastian informasi pada suatu negara. Semakin rendah nilai indeks maka semakin besar tingkat penerimaan kesimpangsiuran informasi. Sebaliknya, semakin tinggi nilai indeks maka semakin besar tingkat penolakan kesimpangsiuran informasi. Indonesia mendapatkan UAI sebesar 48, lebih rendah dari rata-rata Asia sebesar 58 dan rata-rata dunia sebesar 64. Ini menggambarkan Indonesia berada pada tingkat menengah atas penerimaan kesimpangsiuran informasi. Artinya, masyarakat Indonesia cukup bisa menerima perubahan, gejolak, polemik, kesimpangsiuran, ketidakpastian, namun memiliki toleransi yang cukup terhadap perbedaan pendapat.

Berkait dengan situasi Indonesia selama 2 minggu ini tentang hebohnya penyebaran video porno atas penyalahgunaan perangkat teknologi informasi, tak heran bila polemik tentang siapa sebenarnya yang berperan dalam video porno artis tanah air tersebut masih berkepanjangan. Sebagian masyarakat menilai artis yang diduga sebagai pemeran video tersebut segera mengaku tegas mengklarifikasi benar tidaknya informasi tersebut pada pihak berwajib dan tidak memberikan informasi berbelit-belit, agar kesimpangsiuran informasi yang bergejolak di masyarakat tentang kebenaran informasi tersebut segera menemukan titik terang, sehingga harapannya masyarakat mendapat kepastian dan berhenti mengikuti informasi itu dan kembali menyusun aktivitas produktif lainnya. Namun sebagian masyarakat menilai informasi tersebut tidak perlu dibahas dan artis yang diduga tersebut tak perlu mengaku, tetapi masyarakat menyerahkan kembali pada pelaku itu sendiri atas akibat yang diduga dilakukannya.

Bagaimana menurut Anda?

Update, Selasa, 22 Juni 2010

Download Materi Kuliah TI dan Masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar