Senin, Oktober 10, 2005

Bangsa tak Berakhlak

Judul tulisan ini saya kutip dari tulisan Pak Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Psikologi UI di koran Kompas, Sabtu 8 Oktober kemarin di kolom opini. Saya nggak tahu kenapa Pak Sarlito menulis opini demikian, tapi menurut saya Pak Sarlito lagi gemes tur ngedumel melihat kondisi bangsa yang demikian beragamnya ini. Setelah baca saya ingin berterima kasih sama Pak Sarlito, opini itu mampu menghibur saya. Lho kok?

Ceritanya, pas sore sehari sebelumnya sepulang dari bekerja, saya mendapati paket bantuan dari tunascendekia yang dikirim lewat royalcargocourier yang diterima istri saya. Begitu saya tiba dirumah istri saya langsung ngedumel, gara-garanya istri saya disuruh angkut sendiri paket karena mobil nggak bisa masuk gang, maklum gang dengan lebar 3 meter itu adalah jembatan kayu, akhirnya petugas royalcourier mau angkut tapi pasang tarif angkut dari ujung gang ke rumah yang berjarak 20 meter itu 30 ribu perak, alamak! Tarif apapula ini. Tentu saja istri saya bingung, disaat rumah nggak ada orang yang bisa bantu angkut, akhirnya terpaksa dibayar juga. Merasa saya dirugikan, saat itu juga saya kontak kantor royalcourier di Balikpapan “Kenapa kok saya diminta bayar lagi 30 ribu, hah!” tak ada jawaban memuaskan dari petugas disana, tak ada maaf dari mereka, yang ada hanya alasan yang bikin hati jadi tambah nggak nyaman. Saat itu saya sadar, saya sedang berpuasa, sebentar lagi akan berbuka puasa, saya cukup lelah seharian bekerja. Sudahlah, ini ujian puasaku hari itu, rasanya jelas rugi 2 kali. Mencoba tenang dan tarik napas dalam-dalam saya kabari Mas Yudhis paketnya sudah datang, walaupun agak cacat kotak kardusnya alias robek besar saya sampaikan paket selamat, hanya lain kali nggak mau dech lewat royal lagi, kapok dach! :)

Nah, sabtu kemaren saya adakan quis pertama sebobot dengan middle atau UTS buat mahasiswa yang ngambil mata kuliah perangkat lunak aplikasi. Awalnya berjalan lancar, sebab materi quis tinggal ngulang materi yang sudah ada. Tapi namanya mahasiswa, ada saja yang bandel nggak mau belajar, parahnya, kerjaan orang lain diganti namanya menggunakan nama dirinya. Aduh … apalagi neh! Rasanya darah ini penuh dikepala, sudahlah sabar, sabar … puasa.
Pulang dari kampus sempetin beli koran lokal Tribun Kaltim dan Kompas untuk baca berita hari itu, ya … akhirnya ketemu omelan Pak Sarlito ini, sama-sama ngomel dech :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar