Di bulan Maret lalu saya diundang untuk menjadi salah satu juri dalam Lomba Kompetisi Sekolah (LKS) bidang Teknik Komputer dan Jaringan untuk SMK tingkat Kota Balikpapan, yang berlangsung di SMK Negeri 1 Balikpapan. Sedikitnya ada 4 peserta dari 4 sekolah, yang masing-masing sekolah hanya boleh mengirimkan wakil terbaiknya masing-masing 1 orang saja. Lomba berlangsung selama 2 hari atau memiliki waktu sekitar 10 jam. Sedangkan juri, menurut informasi panitia, terdiri atas 3 orang yang berasal dari praktisi, akademisi, dan profesional, dengan pertimbangan memiliki netralitas dalam menilai secara obyektif.
Yang menarik, salah satu pesertanya ada yang wanita dan berasal dari SMK Muhammadiyah, satu-satunya peserta wanita dan dari sekolah swasta yang berani menantang! Mengapa? Karena ini adalah lomba keterampilan yang bersifat teknikal mengenai komputer dan jaringan, mulai dari
assembly perangkat keras,
crimping, instalasi sistem, setting server dan jaringan seperti webserver, database server, ftp, SSH, DHCP, DNS server, mail server, ntp server, routing, access-point, hingga firewall, dengan teknik konfigurasi dan kecepatan penyelesaian yang cukup tinggi. Hasil akhir yang diharapkan adalah kecepatan waktu, cara konfigurasi yang benar, dan tingkat keberhasilannya. Bila melihat materi yang dilombakan, maka jelas jarang sekali ada wanita yang tertarik dengan lomba yang dominan dikuasai laki-laki ini.
Satu lagi yang menarik, baik server, router, hingga firewall menggunakan perangkat lunak bebas dan Open Source, seperti Debian 5.0 GNU/Linux atau Debian Lenny untuk server dan router, bind untuk dns server, postfix untuk mail server, iptable untuk router, dan squid untuk firewall, semuanya harus dikonfigurasi dalam modus antar muka teks (TUI) dan dilarang menggunakan modus grafis (GUI). Sedangkan client dengan sistem operasi Windows, yang mengakses jaringan melalui access-point. Hasilnya, pemenang pertama dari SMKN 1 berhasil menyelesaikan dengan baik dengan hasil nyaris sempurna dan dalam waktu yang cukup singkat, 3 jam, mengalahkan peserta lainnya yang rata-rata selesai dalam waktu lebih dari 6 jam, itupun masih ada beberapa kesalahan konfigurasi.
Saya teringat pendapat Pak Onno W Purbo, yang menyatakan bahwa
kurikulum Teknologi Informasi (TI) di jenjang perguruan tinggi dinilai kurang pas dan tertinggal dua sampai tiga tahun dibanding dengan kurikulum di jenjang pendidikan SMK. Mungkin ada yang beranggapan pendapat tersebut agak berlebihan, mengingat bila di perguruan tinggi mayoritas input-nya BUKAN berasal dari disiplin ilmu atau rumpun yang sama laiknya SMK berbasis TI saja, akan tetapi beragam seperti SMA yang umumnya tidak mendapatkan materi dasar-dasar TI sebelumnya. SMK sendiri memiliki kurikulum yang didesain sedemikian rupa untuk tujuan kejuruannya.
Meski demikian, dengan melihat hasil dari kompetisi LKS tersebut saya berpendapat bahwa materi dasar-dasar teknis TI perlu diasah lebih dulu dijenjang SMA atau sederajat. Dengan begitu, bila lulusan SMA ini masuk ke perguruan tinggi TI, ia sudah siap untuk melanjutkan ke jenjang kurikulum yang lebih tinggi, artinya kurikulum TI di perguruan tinggi bisa lebih “naik” lagi ke atas dibanding yang ada sekarang ini.
Bagaimana menurut Anda?