Mungkin ini agak terlambat, mungkin juga tidak daripada tidak sama sekali .:)
Saat itu (02/06/05), pagi dikampus lagi asyik baca koran bahwa Pemkot Balikpapan Setuju atas Pendidikan Gratis, tapi untuk saat ini dilakukan secara bertahap sambil merumuskan sistem pelaksanaannya dengan melibatkan tim independent.
"Bal, mau demo apalagi?", gitu panggilanku ke Hendra 'Babal' korlap yang nda asing lagi didunia 'cyber' demo he..he.. "Pendidikan Gratis, Pak. ke DPRD sama Pemkot!".
Tanpa buang-buang waktu lagi, saya cabut dan ambil kamera digital bak seorang wartawan amatir sambil bertanya-tanya 'Ada apa lagi sich? Bukankah Pemkot sudah setuju? Apanya ya yang kurang?'
Lama menunggu di sebelah gedung DPRD yang ternyata mas-mas wartawan asli sudah ada duluan disana, barulah demo itu datang. Jepret sana jepret sini "Pak, woi, lagi ngapain, sini!" ada yang panggil, eh, nda tahunya rekan-rekan pelaku pendidikan yang sama ada disana "Ternyata bukan hanya guru saja ya, dosen juga ngikut" gitu kata Pak Rasyidi, Pak Idi temen sejawat seperkuliahan masih aktif juga, juga Mas Rio dkk.
Setelah lama seperti biasa mahasiswa menuntut, gaya-gayanya masih seperti yang dulu walaupun agak canggung, lunak, toleran sedikit emosional, tidak seperti saat-saat reformasi dulu yang bisa dibilang keras maklum sekian lama 'dibelenggu', barulah saya bisa mengerti, ternyata yang dituntut sekarang adalah diskriminasi pendidikan gratis, marginalisasi pendidikan gratis.
Tanpa membahas lebih dalam dan lebih kompleks tentang peraturan yang mengatur apa dan bagaimana 'Pendidikan Gratis' saya pikir telah banyak media massa dan lembaga swadaya masyarakat mengulas masalah pendidikan gratis saat memperingati Hari Pendidikan bulan Mei lalu.
Mungkin, saya termasuk salah satu orang yang memberikan ucapan Selamat kepada Pemerintah Kota Balikpapan dalam memutuskan kebijakan yang mungkin bisa dianggap baru. Saya menghargai sikap yang diambil ini dengan maksud untuk berhati-hati (bukan setengah hati seperti yang diberitakan media massa) menerapkan kebijakan ditengah heterogenitas penduduknya. Sambil belajar banyak dari kota-kabupaten yang telah menerapkan sepenuhnya, Jembrana-Bali, Enrekang-SulSel, biarlah Pemkot merumuskan dengan para perumus-perumusnya...
Agar suasana kota ini tetap kondusif, aman, damai, serta tetap waspada ditengah aksi-aksi yang bisa mengganggu kemurnian demokrasi.
Regards
Tidak ada komentar:
Posting Komentar