Entahlah, hari ini saya terima banyak kejadian menggelikan dan memprihatinkan. Gimana tidak menggelikan, saya (merasa) lagi dikejar-kejar bank dan developer rumah baru yang saya beli hampir setahun yang lalu, tapi baru mau akad kredit bulan desember ini. Gara-gara itu, saya harus menyediakan sedikitnya sejumlah dana untuk tetek-bengek urusan tersebut lazimnya orang beli rumah secara kredit melalui bank. Karena dana yang terbatas, saya terpaksa menjual laptop kesayangan pada seorang teman. Lho kok? Kan sayang … Nggak apa, saya masih memiliki PC berprocessor AMD Athlon lengkap yang masih ok digunakan untuk keperluan programming, touching photo hingga video editing, ya tentu softwarenya yang nggak berat-berat. Sedangkan laptop yang saya jual masih P III, cukup uzur dan hanya mampu untuk program aplikasi perkantoran, akses internet dan yang ringan-ringan saja. Ada rencana atau bisa dikatakan mimpi untuk memiliki laptop yang banyak ditawarkan di iklan. Mudah-mudahan laptop impian itu bisa segera saya miliki, he…he…
Sedang kejadian memprihatinkan, kita sering melihat berita ditelevisi, bahkan hampir tiap hari serial sinetron kita sering mengangkat tema mistis (yang katanya) religius, atau tema-tema remaja tanggung sekolah menengah atas yang mengambil latar belakang sekolahnya. Tentu kalo’ saya katakan anak-anak sekolah sekarang sangat bebas dan sedikit rasa malunya sudah basi banget alias BASBANG, karena jelas cerita saya sudah banyak yang mengangkatnya namun kebanyakan sekolah cuek, baru setelah ada kejadian buruk pihak sekolah seperti kebakaran jenggot. Entah apa hubungannya antara sinetron dengan kejadian yang saya dapati, saya sebenarnya mudah saja mengambil gambar gaya-gaya anak-anak sekolah sekarang yang lebih banyak meniru gaya-gaya sinetron. Namun sepertinya saya mempermalukan diri sendiri jika gambar tersebut saya tampilkan diblog ini. Nggak usah dech, bayangkan saja, anak sekolah sekarang terutama yang cewek kebanyakan baju atasnya seperti kekurangan bahan, sempit sesak, dan kalo’ duduk atau jongkok (kadang disengaja) diperlihatkan celdamnya dari pinggul belakang, putih, biru, oranye dan bahkan hitam. Ya, hak asasi katanya. “Emang lo mau apa kalo gue gini, hah!” he…he…
Hmm… adanya peraturan bukan berarti ada pelanggaran, seperti ada bagian atas tentu ada bagian bawah, ada kaya ada miskin, ada santun ada kurang ajar, ada patuh ada bengal, ada apalagi …?
Kamis, Desember 22, 2005
Kamis, Desember 15, 2005
Dialog Publik apa Dialog Opportunis?
Pagi ini, media koran daerah Kalimantan Timur, Kaltim Post, group Jawa Pos ngadain Dialog Publik bertema Reinventing & Rethinking Balikpapan. Melihat judulnya dan maksudnya, sepertinya ini menarik, apalagi pembicara yang nggak asing dan melekat dikepala sejak kecil, Pak Dahlan Iskan. Namun, biasanya untuk ikut tentu biayanya nggak bisa dianggap kecil untuk skala orang kecil seperti saya ini. Nah, kebetulan kantor diberi beberapa undangan gratis bagi akademisi, salah satunya saya kebagian.
Hujan rintik-rintik nggak menyurutkan langkah saya untuk datang di acara ini, karena terus terang, saya kagum dengan Pak Dahlan sebagai jurnalis senior, ya, saya ingin belajar darinya. Namun sesampai disana, seperti ada gap yang harus saya lalui, saat menyerahkan undangan dan mengisi buku tamu, saya dimintai kartu nama oleh panitia dengan muka kurang simpatik bagi seorang penerima tamu, sayang, saya tidak membawa kartu nama, karena memang saya bukan pebisnis, saya adalah blogger he…he… betapa kagetnya saya, “Tulis disini!” perintahnya sambil menunjuk kertas sobekan saya dipaksa menulis nama saya diatas selembar kertas undangan yang telah disobek itu.
Dengan sabar saya tulis saja nama apa adanya, dan … kertas itu dimasukkan dalam gelas kaca bersama kartu nama kartu nama yang lain. Padahal saya telah menulisnya di buku tamu, masih kurang lengkap juga ya? Hmm…
Melihat demikian, kalo’ ini adalah dialog publik, kenapa harus menyerahkan dan memaksa undangan menyerahkan kartu nama? Jika demikian mestinya di kartu undangan dicantumkan “Bagi undangan WAJIB bawa kartu nama” sehingga kalo hanya itu saya bisa persiapkan sebelumnya.
Kebetulan sang penggagas Kaltim Post menyediakan korannya gratis bagi peserta, saya baca lagi iklan itu dan saya tambah nggak semangat mengikuti dialog ini, sebab Pak Dahlan tiba-tiba di-replace dengan nama orang lain. Ahh… pulang saja, nggak level.
Hujan rintik-rintik nggak menyurutkan langkah saya untuk datang di acara ini, karena terus terang, saya kagum dengan Pak Dahlan sebagai jurnalis senior, ya, saya ingin belajar darinya. Namun sesampai disana, seperti ada gap yang harus saya lalui, saat menyerahkan undangan dan mengisi buku tamu, saya dimintai kartu nama oleh panitia dengan muka kurang simpatik bagi seorang penerima tamu, sayang, saya tidak membawa kartu nama, karena memang saya bukan pebisnis, saya adalah blogger he…he… betapa kagetnya saya, “Tulis disini!” perintahnya sambil menunjuk kertas sobekan saya dipaksa menulis nama saya diatas selembar kertas undangan yang telah disobek itu.
Dengan sabar saya tulis saja nama apa adanya, dan … kertas itu dimasukkan dalam gelas kaca bersama kartu nama kartu nama yang lain. Padahal saya telah menulisnya di buku tamu, masih kurang lengkap juga ya? Hmm…
Melihat demikian, kalo’ ini adalah dialog publik, kenapa harus menyerahkan dan memaksa undangan menyerahkan kartu nama? Jika demikian mestinya di kartu undangan dicantumkan “Bagi undangan WAJIB bawa kartu nama” sehingga kalo hanya itu saya bisa persiapkan sebelumnya.
Kebetulan sang penggagas Kaltim Post menyediakan korannya gratis bagi peserta, saya baca lagi iklan itu dan saya tambah nggak semangat mengikuti dialog ini, sebab Pak Dahlan tiba-tiba di-replace dengan nama orang lain. Ahh… pulang saja, nggak level.
The Amazing Race Part I
Pasti banyak yang tahu sekuel reality show yang katanya terbesar didunia ini yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Saya tidak bercerita tentangnya, namun saya hanya menceritakan pengalaman saya yang mirip atau dimirip-miripkan dengan acara ini saat saya bersama Pak Setyo memulai perjalanan dari Balikpapan ke Jogjakarta, bukan untuk mencari hadiah atau harta karun, tapi dalam rangka mengikuti seminar nasional yang diadakan oleh universitas muda di Jogjakarta, UTY. Keikutsertaan saya pada event semacam ini adalah yang ke 2 sekaligus ke 3, karena saya mengajukan 2 judul makalah yang berbeda, sedangkan Pak Setyo dalam setahun ini sudah 5 kali lebih terbang kesana kemari, sudah jadi hobinya kali :)
Perjalanan dimulai dari Balikpapan ke Surabaya yang tiba kurang lebih pukul 10:00 WIB, sedang Surabaya ke Jogjakarta dilanjutkan perjalanan darat. Karena waktu yang sempit, setibanya di bandara Juanda kami pilih bis damri dari bandara ke terminal Bungurasih, sedang untuk ke Jogja bus Eka patas AC menjadi pilihan agar lebih cepat dan nggak lelah, yang diperkirakan pukul 19:00 WIB nyampe di Jogja. Seperti biasa perjalanan melalui kota-kota yang dilewati, seperti tampak sebelah kiri saat mampir diterminal bis Tirtonadi Surakarta atau Solo. Tiba di Jogja, ternyata sudah nyampe pas magrib, nggak langsung cari penginapan, tapi ke Togamas Gejayan dulu untuk cari-cari buku. Buku pertama yang saya cari berjudul “Tuhan, izinkan aku menjadi pelacur”, komentar tentang buku ini ramai di media. Sayang, saya tidak menemukannya, saat dicari dikatalog komputer ternyata stok kosong. Saya mengetahui buku itu saat pertama saya berada di Jogja 3 bulan lalu, hanya sempet membaca sinopsisnya tapi nggak sempet membelinya, katanya orang Kalimantan kepuhunan.
Tak berhenti disitu, saya terus surfing dari blok ke blok, namun ada buku baru yang sangat menarik yang tebalnya lumayan tebel, “Ensiklopedia Etika Islam”. Melihat harganya yang hampir seratus ribu, saya putuskan memilihnya dan betul-betul nggak peduli tentang harga, harga pastilah nggak ada apa-apanya jika buku itu dapat memberikan manfaat yang lebih banyak. Setelah dihitung kasir, ternyata mendapat potongan harga hampir sepertiganya, lebih dari cukup untuk bisa beli nasi kucing. Setelah itu, makan sore sekaligus makan malam langsung dua piring dilanjutkan cari penginapan, hotel Ishiro dekat UGM akhirnya sebagai pilihan. Tak lupa menerima kedatangan Pak Sumardi yang tinggal berdekatan dan berkunjung balasan ke tempat kostnya di daerah pugung dalapan sia, ssttt ... dia agak stress dikejar tugas kuliahnya, S2 Ilkom UGM, yang terus menumpuk. Tapi tenang saja, dia telah ditemani 5 orang cewek yang kelihatan “Zerro Worries”nya, he...he...
Ok, sebelum cerita perjalanan dilanjutkan pada posting berikutnya, tengah malam itu kami bertiga sempatkan nangkring mangan sego kucing sate usus sinambi ngopi ... hmmm. Cukup limang ewu limangatus tambah gorengan. Nggak lama Pak Sumardi pamit pulang, saya sama Pak Setyo njajal warnet sebelah cukup 1 jam telung ewu rupiah wae. Wis jan murah tenan. Malam dikamar saya penasaran dengan buku yang baru beli tadi, baca, bolak-balik, isi cukup ringan namun mendasar tentang adab dan etika tingkah laku muslim yang semestinya yang dirujuk dari kitab suci dan hadist-hadist shohih. Waktu menunjuk pukul 2 dinihari baru kantuk makin berat dan akhirnya lelap. Sehari semalam perjalanan seribu cerita panjang lelah dan menyenangkan.
Perjalanan dimulai dari Balikpapan ke Surabaya yang tiba kurang lebih pukul 10:00 WIB, sedang Surabaya ke Jogjakarta dilanjutkan perjalanan darat. Karena waktu yang sempit, setibanya di bandara Juanda kami pilih bis damri dari bandara ke terminal Bungurasih, sedang untuk ke Jogja bus Eka patas AC menjadi pilihan agar lebih cepat dan nggak lelah, yang diperkirakan pukul 19:00 WIB nyampe di Jogja. Seperti biasa perjalanan melalui kota-kota yang dilewati, seperti tampak sebelah kiri saat mampir diterminal bis Tirtonadi Surakarta atau Solo. Tiba di Jogja, ternyata sudah nyampe pas magrib, nggak langsung cari penginapan, tapi ke Togamas Gejayan dulu untuk cari-cari buku. Buku pertama yang saya cari berjudul “Tuhan, izinkan aku menjadi pelacur”, komentar tentang buku ini ramai di media. Sayang, saya tidak menemukannya, saat dicari dikatalog komputer ternyata stok kosong. Saya mengetahui buku itu saat pertama saya berada di Jogja 3 bulan lalu, hanya sempet membaca sinopsisnya tapi nggak sempet membelinya, katanya orang Kalimantan kepuhunan.
Tak berhenti disitu, saya terus surfing dari blok ke blok, namun ada buku baru yang sangat menarik yang tebalnya lumayan tebel, “Ensiklopedia Etika Islam”. Melihat harganya yang hampir seratus ribu, saya putuskan memilihnya dan betul-betul nggak peduli tentang harga, harga pastilah nggak ada apa-apanya jika buku itu dapat memberikan manfaat yang lebih banyak. Setelah dihitung kasir, ternyata mendapat potongan harga hampir sepertiganya, lebih dari cukup untuk bisa beli nasi kucing. Setelah itu, makan sore sekaligus makan malam langsung dua piring dilanjutkan cari penginapan, hotel Ishiro dekat UGM akhirnya sebagai pilihan. Tak lupa menerima kedatangan Pak Sumardi yang tinggal berdekatan dan berkunjung balasan ke tempat kostnya di daerah pugung dalapan sia, ssttt ... dia agak stress dikejar tugas kuliahnya, S2 Ilkom UGM, yang terus menumpuk. Tapi tenang saja, dia telah ditemani 5 orang cewek yang kelihatan “Zerro Worries”nya, he...he...
Ok, sebelum cerita perjalanan dilanjutkan pada posting berikutnya, tengah malam itu kami bertiga sempatkan nangkring mangan sego kucing sate usus sinambi ngopi ... hmmm. Cukup limang ewu limangatus tambah gorengan. Nggak lama Pak Sumardi pamit pulang, saya sama Pak Setyo njajal warnet sebelah cukup 1 jam telung ewu rupiah wae. Wis jan murah tenan. Malam dikamar saya penasaran dengan buku yang baru beli tadi, baca, bolak-balik, isi cukup ringan namun mendasar tentang adab dan etika tingkah laku muslim yang semestinya yang dirujuk dari kitab suci dan hadist-hadist shohih. Waktu menunjuk pukul 2 dinihari baru kantuk makin berat dan akhirnya lelap. Sehari semalam perjalanan seribu cerita panjang lelah dan menyenangkan.
Rabu, Desember 14, 2005
Galak?! No Galak!
Ada kejadian lucu yang sebenernya sudah lama terjadi sebelum saya berangkat ke Jogja minggu lalu, saat itu saya agak angin-anginan masuk kerja, maklum nggak enak badan. Nah, hari itu baru berada dikampus sebentar saya pulang duluan karena kepala juga ikutan cenut-cenut, padahal besoknya saya harus persiapan terbang ngikuti kompetisi “The Amazing Race” ke Jogja lewat Surabaya dengan waktu dan biaya yang sangat terbatas. Praktis, dari Surabaya ke Jogja harus saya lalui lewat darat, dan tentu tenaga juga pikiran jangan sampe' terganggu gara-gara kecapean.
Kembali ke cerita awal, sehabis pulang dari kampus lebih awal itu, saya langsung istirahat menjaga stamina dan tak lupa meminta istri untuk mencarikan obat sakit kepala, Paramex dan flu, Decolgen. Setelah minum obat satu-satu langsung bablas tidur, baru rasanya berjalan 10 menit, bunyi ponsel istri saya berbunyi, kloneng-kloneng-kloneng, merasa hapal nomor tak dikenal yang tertera di screen ponsel tanpa babibu istri saya menerimanya dan langsung disorongkan ke muka saya yang lagi merem tidur. Sambil berkata “Mas, ini ada si ...” menyebut nama mahasiswa yang kerap menghubungi ponsel istri saya. Dalam kondisi pusing, tidur mata merem dan malas menerimanya, langsung saja saya setengah berteriak “Nggak usah ditrima! Nggak usah ditrima!” rasanya kepala makin nyut-nyuten, dan istri saya pun membalas pembicaraan. Setelah agak enakan, bangun dan makan siang saya baru bertanya pada istri, “Ada apa mahasiswa itu?” “Itu, dia mau diajari instalasi Linux di komputer barunya...” jawab istri sambil menjelaskan. “Oooohh...” dengan ekspresi datar saya baru sadar, kalo saya teriak “Nggak usah ditrima!” tadi itu tepat diponsel, artinya jelas terdengar jelas si penelepon disana.
Duh, apa yang terjadi? Galak!! Pak Subur Galak!! Itulah image yang timbul akibat kecerobohan tadi. Sorry.
Kembali ke cerita awal, sehabis pulang dari kampus lebih awal itu, saya langsung istirahat menjaga stamina dan tak lupa meminta istri untuk mencarikan obat sakit kepala, Paramex dan flu, Decolgen. Setelah minum obat satu-satu langsung bablas tidur, baru rasanya berjalan 10 menit, bunyi ponsel istri saya berbunyi, kloneng-kloneng-kloneng, merasa hapal nomor tak dikenal yang tertera di screen ponsel tanpa babibu istri saya menerimanya dan langsung disorongkan ke muka saya yang lagi merem tidur. Sambil berkata “Mas, ini ada si ...” menyebut nama mahasiswa yang kerap menghubungi ponsel istri saya. Dalam kondisi pusing, tidur mata merem dan malas menerimanya, langsung saja saya setengah berteriak “Nggak usah ditrima! Nggak usah ditrima!” rasanya kepala makin nyut-nyuten, dan istri saya pun membalas pembicaraan. Setelah agak enakan, bangun dan makan siang saya baru bertanya pada istri, “Ada apa mahasiswa itu?” “Itu, dia mau diajari instalasi Linux di komputer barunya...” jawab istri sambil menjelaskan. “Oooohh...” dengan ekspresi datar saya baru sadar, kalo saya teriak “Nggak usah ditrima!” tadi itu tepat diponsel, artinya jelas terdengar jelas si penelepon disana.
Duh, apa yang terjadi? Galak!! Pak Subur Galak!! Itulah image yang timbul akibat kecerobohan tadi. Sorry.
Rabu, Desember 07, 2005
Road Show “Selebriti IT” di 9 Kota Indonesia
Kemarin, giliran Kota Balikpapan kebagian dikunjungi selebriti IT Indonesia Road Show yang dijadwalkan di 9 Kota di Indonesia. Cukup bangga juga, soalnya pulau Kalimantan yang gede ini cuma Balikpapan yang dipilih sebagai tuan rumah, rugi rasanya bagi penggemar teknologi informasi kalo' tinggal di Balikpapan terus nggak ngikuti perkembangan cikal bakal teknologi informasi yang makin kenceng aja larinya.
Namun, untuk dapat ngikuti aksi para selebriti ini, minimal mengetahui dasar sistem operasi, jaringan internet dan pemrograman. Atau bagi yang awam pun dapat mengikuti terutama pada session-nya Opa (Michael S Sunggiardi) yang ngebawain materi Enhanced Communication. Pada sessionnya Wak Haji Onno (Dr. Onno W Purbo, tampak difoto kenang-kenangan dengan saya), ketertarikan saya adalah materi konfigurasi postfix di Fedora yang jadi distro kegemaran saya, namun banyak peserta sepertinya nggak nyambung diajak diskusi. Frans “Java” Thamura, dengan Java for Smart Office Mobility sepertinya akan menjadi tren bisnis masa depan.
Nah, dari sekian session ternyata kali ini bintangnya si cracker situs KPU, Dani Firmansyah, gimana tidak, hampir semua peserta memberikan applaus tiap selesai beraksi meng-crack form login demo. Seperti biasa, materi demo seputar SQL Injection meng-eksploitasi kelemahan ASP dan MS SQL, yang cukup menarik adalah aksi Union Select Injection yang digunakan untuk menampilkan isi record tabel hingga [' ; exec ...] yang dapat mengambil alih server Windows 2000, cukup lawas tapi jarang diperhatikan sebagian programmer dan banyak dianggap remeh. Ada yang saya tunggu-tunggu sebenarnya, yaitu aksi demonya ngebuat distro Xnuxer oprekannya yang cukup asik itu. Kapan di-aksi-kan?
Namun, untuk dapat ngikuti aksi para selebriti ini, minimal mengetahui dasar sistem operasi, jaringan internet dan pemrograman. Atau bagi yang awam pun dapat mengikuti terutama pada session-nya Opa (Michael S Sunggiardi) yang ngebawain materi Enhanced Communication. Pada sessionnya Wak Haji Onno (Dr. Onno W Purbo, tampak difoto kenang-kenangan dengan saya), ketertarikan saya adalah materi konfigurasi postfix di Fedora yang jadi distro kegemaran saya, namun banyak peserta sepertinya nggak nyambung diajak diskusi. Frans “Java” Thamura, dengan Java for Smart Office Mobility sepertinya akan menjadi tren bisnis masa depan.
Nah, dari sekian session ternyata kali ini bintangnya si cracker situs KPU, Dani Firmansyah, gimana tidak, hampir semua peserta memberikan applaus tiap selesai beraksi meng-crack form login demo. Seperti biasa, materi demo seputar SQL Injection meng-eksploitasi kelemahan ASP dan MS SQL, yang cukup menarik adalah aksi Union Select Injection yang digunakan untuk menampilkan isi record tabel hingga [' ; exec ...] yang dapat mengambil alih server Windows 2000, cukup lawas tapi jarang diperhatikan sebagian programmer dan banyak dianggap remeh. Ada yang saya tunggu-tunggu sebenarnya, yaitu aksi demonya ngebuat distro Xnuxer oprekannya yang cukup asik itu. Kapan di-aksi-kan?
Nilai? Bingung kalkulasinya!
Nilai akhir semester blok I yang rencananya saya tampilkan hari ini di sini belum kelar dikalkulasi, alasannya, kalo' dikalkulasi normal sesuai standard atau kesepakatan wajar ternyata menghasilkan banyak yang mendapat nilai kurang bahkan nggak lulus. Ada semacam gap, ada yang selama ujian nilainya sempurna terus, ada yang kuliahnya cuma ujian tapi nilainya buruk terus, mending kalo' ujian bisa, lha ini sudah nggak bisa nggak pernah kuliah lagi. Bingung, antara kasihan dan mentolo sepertinya mau tak mau menjadi pilihan sulit.
Hmm ... sabar ya, entar nilai keluar. Apapun hasilnya itulah hasil kemampuan Anda.
Hmm ... sabar ya, entar nilai keluar. Apapun hasilnya itulah hasil kemampuan Anda.
Langganan:
Postingan (Atom)