Pada pelatihan penulisan artikel tempo hari di Surabaya, ada artikel yang membuat dahi saya berkerut berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Program Komputer Open Source”, yang ditulis teman saya, Andi Usmani jebolan Magister Hukum Unair. Dengan kebaikannya, saya mendapat prin-out artikelnya untuk sekedar iseng dibaca sebagai pengganti membaca koran, hehehe ... Sayang, saya tidak menemui pembahasan dan kesimpulan dari artikelnya yang hanya berisi tentang cuplikan berbagai perundangan seputar Intelectual Property Right (IPR). Terus terang saya kaget mengetahui kalau saja sipenulis mengaku malah tidak familiar bersentuhan secara langsung dengan Program Komputer Open Source, tapi tulisannya menunjukkan orang yang tahu seluk beluk Open Source Software (OSS). Kata teman saya, cerita ini diibaratkan seperti seseorang yang bisa bercerita tentang keindahan kota Singapura, tapi yang bersangkutan belum pernah berkunjung kesana, aneh kan?
Karena tidak adanya pembahasan yang mendalam, saya hanya bisa meraba melalui judul artikel yang biasanya merepresentasikan jawaban dari rumusan masalah. Dalam benak saya, open source kok dilindungi hukum? Bukankah open source sudah terbuka kode programnya, sehingga memungkinkan dilakukan penyuntingan, modifikasi, dan kompilasi ulang, yang memungkinkan siapapun yang bisa melakukan modifikasi dengan mudah dapat mereproduksi kembali OSS tersebut? Dengan demikian, apakah OSS sudah bebas untuk direproduksi kembali dan didistribusikan? Lalu bagaimana jika didistribusikan, apakah benar-benar bebas, gratis atau malah tidak gratis? Apabila tidak gratis, bagaimana dengan layanan pembaharuannya (service-update), dukungan perangkat kerasnya, serta jaminan penggunaannya? Bukankah jika OSS menjadi tidak gratis dimungkinkan perlunya perlindungan hukum? Di Indonesia sepertinya tidak ada yang mengatur tentang aturan penggunaan OSS, atau mungkin saya yang tidak tahu ya?
pemahaman saya sih open source itu tidak harus selalu gratis kok. open source itu maknanya adalah bebas/merdeka. dan tentunya keterbukaan source code. dan dimodifikasi siapapun sah-sah aja selama masih mencantumkan pencipta asli dan juga menyertakan source code modifikasinya. Kalo mau dilegalkan dalam hukum ya sah-sah aja tapi mungkin merk yg dilegalkan, sama seperti redhat yg legal secara hukum, layanan pun komersial, tapi tetap menyertakan source code untuk dimodifikasi. Yg open source ya linux-nya. sementara RHEL-nya ya tetep komersial. Itu sih yang saya tau :)
BalasHapusya, benar memang sah-sah saja di legalkan secara hukum, tapi bagaimana alasan yang pas dalam artikel ilmiah? kalau hanya merek sepertinya tidak harus open source, dan khusus merek sudah ada perundangannya di UU no 15 Tahun 2001 tentang Merek.
BalasHapusNah, khusus opensource sendiri rasanya belum ada perundangannya, apalagi opensource tidak mesti masuk dalam free-software, ini yang temen saya tadi mengangkatnya dalam tulisannya, sayang sekali saya tidak menemukan pembahasannya lebih dalam, dia lebih banyak menghindar saat sesi diskusi, hehehehe...
hal terpenting dalam memilih maupun akan menjalankan Business Opportunity,Franchise,atau Waralaba
BalasHapusbukan semata-mata terletak pada seberapa bagus produk yang akan di jual,serta seberapa besar kebutuhan pasar akan produk tersebut.
pernahkah terbayangkan tiba-tiba anda harus mengganti merek disaat business sedang berkembang pesat karena adanya tuntutan dari pihak lain atas Merek yang digunakan ?
belum lagi anda diharuskan membayar ratusan juta Rupiah karena hal tersebut diatas?
inilah pentingnya fungsi daftar merek,desain industri,hak cipta,paten.
Konsultasikan merekdagang anda segera pada www.ipindo.com konsultan HKI terdaftar.