Rabu, Mei 28, 2008
Pengalaman Transaksi Online Ticketing
Membaca pengalaman Pak Adriyanto membeli tiket pesawat Mandala Air di mandalaair.com, saya jadi teringat pengalaman yang sama yang sudah saya lakukan hingga kini. Tak beda jauh dengan pengalaman beliau, pembelian tiket secara online saya lakukan sudah berjalan beberapa waktu yang lalu, juga termasuk rekan-rekan lainnya yang 'senasib' dengan saya.
Saya sendiri menjadi member untuk beberapa maskapai penerbangan yang menyediakan pembelian tiket secara online. Untuk menjadi member pun cukup mudah dan gratis. Dari beberapa maskapai tersebut, yang sering saya gunakan adalah Mandala Air dan Lion Air, sedang Batavia Air agak sulit, karena setahu saya hanya menyediakan pembayaran via kartu kredit Visa atau Mastercard. Pernah ketika mencoba memasukkan data Visa ATM Mandiri ternyata tidak bisa diproses oleh sistem, ya sudah akhirnya batal dan cari yang lebih mudah. Bagaimana dengan Garuda? Belum pernah dicoba, sejak penghapusan rute penerbangan Balikpapan-Jogjakarta, saya tidak tahu lagi kabarnya.
Sekedar menambahkan informasi yang sudah ada, dengan adanya pembelian tiket online ini kadang membuat saya menjadi agak selenge'an. Betapa tidak, tiket pesawat yang saya gunakan cukup berupa print-out ATM saja, kertas faksimili kecil, lusuh, dilipat dan disimpan di dompet, kelihatan remeh temeh dan tidak berguna. Bisa juga berupa print-out pembayaran dari Internet Banking atau cetak kode pemesanan pada ½ halaman folio atau lebih kecil lagi untuk diselipkan ke dompet bercampur dengan karcis-karcis lainnya. Kok begitu? Bagaimana bila melewati petugas penjaga bandara ketika hendak masuk pemeriksaan bagasi atau ketika check-in? Syukurlah, selama ini saya lancar-lancar saja. Tetapi ini bukan saran yang baik bila sewaktu-waktu ada masalah nantinya, jadi jangan hanya bergantung penuh pada print-out pembayaran dari bank saja. Sangat disarankan juga mencetak tiket yang dikeluarkan oleh sistem pembelian tiket maskapai penerbangan tersebut. Sehingga bila ada masalah ketika melewati pemeriksaan diharapkan akan lebih mudah dan membantu.
Selain itu, kemudahan yang saya dapatkan adalah pengiriman berita melalui email, kemudian bisa membandingkan harga tiket antar maskapai penerbangan dan memilih harga tiket yang paling murah, juga memilih waktu keberangkatan (seperti tiket lebaran tahun ini oleh Air Asia) yang jauh hari sudah disediakan dan mulai diserbu masyarakat, dan beberapa kemudahan lainnya.
Sayang sekali, hampir semua sistem pembelian tiket online yang saya gunakan saat ini tidak menyediakan aplikasi pembatalan atau perubahan jadwal keberangkatan untuk umum, hanya disediakan untuk kantor cabang atau agen resmi saja. Sehingga bila melakukan pembatalan atau perubahan jadwal keberangkatan harus melalui kantor cabang terdekat, plus biaya administrasi dan pembatalan yang disesuaikan dengan perubahan harga. Saya tidak tahu bila seandainya ada perubahan jadwal, taruhlah mundur beberapa hari dari jadwal sebelumnya, apakah dengan demikian harga bisa jadi lebih murah? Sepertinya tidak ada penurunan harga, coba lihat kembali fare-rules.
Saya berpendapat bahwa untuk membuat aplikasi pembatalan atau perubahan jadwal tersebut sebenarnya mudah saja dibuat, tetapi ini mungkin berkaitan dengan faktor lainnya yang harus dipertimbangkan, seperti faktor sosial dan keamanan. Bila awareness masyarakat tentang fungsi Internet dan e-commerce terus tumbuh dan membaik, tak pelak agen-agen penjualan tiket suatu saat akan banyak yang tutup. Seperti halnya banyak wartel (warung telekomunikasi) yang saya temui akhir-akhir ini sudah banyak yang tidak beroperasi, mengingat biaya telekomunikasi saat ini juga sudah semakin murah dan mudah.
Lalu, bagaimana dengan harga melalui pembelian tiket online ini? Setahu saya lebih murah bila dibandingkan dengan harga dari agen, selisih beberapa puluh ribu saja, jadi kalau Anda berminat membuka jasa penjualan tiket penerbangan saat ini masih terbuka kesempatan lebar... ;-)
Rabu, Mei 14, 2008
Buy Online from Microsoft
Gambar ini saya ambil dari msdn.microsoft.com, setelah login coba masuk Buy or Renew Online. Menurut saya, harga MSDN Premium ini masih wajar saja, sah-sah saja Microsoft jual dengan harga segitu. Tapi buat apa beli? Kalau bahasa Suroboyoan "Lha lapo tuku larang-larang rek, gawe opo... ojok kemlinthi koen... lha wong sing gratisan* ae wis cukup kok!" hihihi...
* baca: PLBOS (Perangkat Lunak Bebas Open Source)
Rabu, Mei 07, 2008
Menulis Artikel di Blog sebagai Sebuah Profesi
Bila pembaca blog saya ini melihat artikel pertama blog berisi kutipan penuh artikel media massa, tentu tidak kaget, lho emang buat apa kaget? Tujuan saya kala itu adalah mengisi blog lebih dulu dengan satu hingga beberapa artikel yang ditemui, karena belum siap menulis tentang topik tertentu ketika blog baru selesai dibuat. Tentu saja, sumber artikel saya sebutkan di sana, tak lupa saya mengirimkan permohonan ijin melalui email untuk menempelkan artikel tersebut pada blog saya. Ketika jawaban tak kunjung datang, saya mengira berarti ada 2 jawaban, boleh atau tidak boleh. Setelah melihat kembali aturan pengutipan yang kira-kira menyebutkan bahwa tidak diperkenankan mengutip isi maupun sebagian untuk kepentingan komersial, dan saya kira blog saya ini adalah blog abal-abal, maka saya berpendapat berarti boleh, dengan syarat tetap mencatumkan sumbernya.
Sebenarnya pengutipan dengan mencantumkan sumber itu menguntungkan pihak yang dikutip, apalagi dengan memberikan taut (link), karena informasi tersebut dapat tersebar luas secara cuma-cuma, juga dapat menaikkan traffic situs media tersebut, yang imbasnya menguntungkan secara finansial. Lho kok? Dengan traffic yang tinggi, situs media tersebut akan dengan mudah menarik iklan untuk berbondong-bondong memasang iklannya dan berani membayar mahal. Secara tidak sadar, si pengutip menjadi key-influencer bagi media kapitalis. Sebaliknya, sedangkan bila mengutip tanpa ada sumbernya, apalagi dengan percaya diri ditujukan untuk media luas dan komersial, itu bisa sangat memalukan.
Setelah sadar, barulah kemudian saya mulai belajar menulis secara mandiri untuk publik, terutama untuk mendukung kegiatan belajar mengajar saat itu. Kalau dilihat kembali tulisan-tulisan awal kelihatan lucu, baik gaya tulisan maupun isi lebih banyak menyoal tentang sesuatu menurut perspektif saya, kira-kira berisi uneg-uneg yang meledak-ledak gitu hehehe... Kebanyakan blog saya ini hanya berisi opini pendek maupun koleksi foto pribadi serta capture image yang saya lakukan sendiri, atau mencomot image yang setidaknya berlisensi bebas, mudah-mudahan tak ada hasil jiplakan, lupa oiy...
Sesuai webtracking yang terpasang, kadang bisa di-tracking beberapa foto pada blog atau tulisan saya (yang ada juga di blog lain) telah di-copy oleh blog orang lain. Walaupun tak banyak, pada dasarnya tidak masalah bagi saya, selagi yang bersangkutan tetap mencantumkan sumbernya. Justru kadang saya merasa senang, kendati tidak menguntungkan secara finansial, tetapi tulisan maupun foto tersebut ternyata menarik minat orang lain, halah! GR!... :P.
Hingga sekarang, rasanya belum ada minat serius menjadikan blog ini sebagai sebuah profesi yang menghasilkan uang secara langsung. Kalaupun bisa, paling banter hanya bisa menempelkan Google Adsense Searching yang nempel di atas artikel ini saja, itupun cuman $1 saja sudah bingung banget cara mengambilnya. Weleh...
Lain kali perlu dicoba yang lebih serius sikit dengan blog baru, tapi rasa malas ini selalu saja mengikuti... uuh... tendang males!
Sebenarnya pengutipan dengan mencantumkan sumber itu menguntungkan pihak yang dikutip, apalagi dengan memberikan taut (link), karena informasi tersebut dapat tersebar luas secara cuma-cuma, juga dapat menaikkan traffic situs media tersebut, yang imbasnya menguntungkan secara finansial. Lho kok? Dengan traffic yang tinggi, situs media tersebut akan dengan mudah menarik iklan untuk berbondong-bondong memasang iklannya dan berani membayar mahal. Secara tidak sadar, si pengutip menjadi key-influencer bagi media kapitalis. Sebaliknya, sedangkan bila mengutip tanpa ada sumbernya, apalagi dengan percaya diri ditujukan untuk media luas dan komersial, itu bisa sangat memalukan.
Setelah sadar, barulah kemudian saya mulai belajar menulis secara mandiri untuk publik, terutama untuk mendukung kegiatan belajar mengajar saat itu. Kalau dilihat kembali tulisan-tulisan awal kelihatan lucu, baik gaya tulisan maupun isi lebih banyak menyoal tentang sesuatu menurut perspektif saya, kira-kira berisi uneg-uneg yang meledak-ledak gitu hehehe... Kebanyakan blog saya ini hanya berisi opini pendek maupun koleksi foto pribadi serta capture image yang saya lakukan sendiri, atau mencomot image yang setidaknya berlisensi bebas, mudah-mudahan tak ada hasil jiplakan, lupa oiy...
Sesuai webtracking yang terpasang, kadang bisa di-tracking beberapa foto pada blog atau tulisan saya (yang ada juga di blog lain) telah di-copy oleh blog orang lain. Walaupun tak banyak, pada dasarnya tidak masalah bagi saya, selagi yang bersangkutan tetap mencantumkan sumbernya. Justru kadang saya merasa senang, kendati tidak menguntungkan secara finansial, tetapi tulisan maupun foto tersebut ternyata menarik minat orang lain, halah! GR!... :P.
Hingga sekarang, rasanya belum ada minat serius menjadikan blog ini sebagai sebuah profesi yang menghasilkan uang secara langsung. Kalaupun bisa, paling banter hanya bisa menempelkan Google Adsense Searching yang nempel di atas artikel ini saja, itupun cuman $1 saja sudah bingung banget cara mengambilnya. Weleh...
Lain kali perlu dicoba yang lebih serius sikit dengan blog baru, tapi rasa malas ini selalu saja mengikuti... uuh... tendang males!
Foto Lawas
Gara-gara melihat banyak iklan tv bercerita tentang rumah tangga dan produk pemutih kulit, saya jadi teringat beberapa tahun yang lalu ketika belum mendapatkan momongan. Setelah 2 tahun pernikahan barulah nongol si sulung, Nasywa, kemudian 3 tahun berikutnya si bungsu, Shaza. Atas pertimbangan medis, keduanya lahir dengan cara yang sama, bedah cezar, alhamdulillah, semuanya dengan keadaan baik, lancar, sehat dan selamat. Masa 1 tahun setelah pernikahan ketika belum ada anak itulah saya pergunakan untuk 'pacaran' dengan istri saya. Maklumlah, saya menikah tidak didahului dengan masa pacaran seperti anak muda jaman sekarang (wew... emang sekarang sudah tua?), paling hanya lirik-melirik saja hihihi...
Ketika honey moon, bersama dengannya saya jalan-jalan ke Jawa Timur, foto tersebut diambil selepas sholat iedul fitri, 14 Desember 2001, di Darmo Permai, Surabaya. Selama di Surabaya, ia ketagihan dengan lontong balap dan tahu campur khas Surabaya. Satu lagi yang ia suka, naik becak jarak jauh sampai si tukang becak pegel linux hehehe... Perjalanan kemudian dilanjutkan keliling ke desa simbah di Pare dan kota tahu kuning Kediri, hingga masuk blusukan ke pondok pesantren besar dimana saya sempat mencicipi rasanya jadi santri desa. Tampak di foto saya masih kelihatan kurus, padahal sebelumnya jauh lebih kurus. Rasanya saat itu hanya dunia ini serasa milik berdua. ;-)
Keamanan Akses Internet pada Jaringan Komputer Publik
Sudah beberapa kali setiap saya mampir di warnet, kadang secara tidak sengaja menemukan celah suatu situs atau data pribadi yang oleh pemiliknya dinyatakan sangat penting, entah disengaja atau tidak data tersebut beredar sangat bebas. Bahkan data XML yang berisi username dan password pun dengan teledor dibiarkan terpaku pada software ftp. Pada jaringan wired maupun wireless publik, biasanya kelihatan sudah diatur cukup baik oleh admin jaringan tersebut, bahkan diset sangat terbuka agar client dengan mudah menggunakannya, kendati demikian justru hal seperti ini perlu diwaspadai, sebab dari sisi client atau pengguna jaringanlah yang mungkin banyak dengan mudah dieksploitasi.
Dua hari kemarin, karena jatah quota bandwidth 1,2 Gb saya bulan Mei ini telah habis dalam 3 hari saja gara-gara sedot Ubuntu Hardy, mau tak mau kalau ada kesempatan saya mampir ke warnet wifi. Saat itu juga masih saja menemukan beberapa komputer pengguna yang terbuka lebar yang berisi data-data penting pribadinya. Satu yang perlu diperhatikan bagi pengguna adalah soal keamanan dan pengamanan diri sendiri, dengan menutup celah aliran paket data yang mungkin bisa dieksploitasi. Gunakan sistem operasi yang memiliki update security yang baik, jangan ambil resiko menggunakan sistem yang jadul untuk keperluan vital. Siapkan network analyzer yang memadai seperti kismet, wireshark, ethereal dan semacamnya untuk memantau paket data yang mencurigakan. Walaupun begitu, tidak ada system yang 100% secara teknis aman. Kesalahan justru lebih banyak karena kecerobohan dan human error. Apabila terpaksa mengakses email penting dari webmail lewat jaringan wifi publik, ubah kembali password dengan segera secara aman. Paranoid? Nggak juga, hati-hati adalah lebih baik daripada sembarangan. Ingat, kejahatan bukan hanya timbul atas adanya niat saja, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah!
Dua hari kemarin, karena jatah quota bandwidth 1,2 Gb saya bulan Mei ini telah habis dalam 3 hari saja gara-gara sedot Ubuntu Hardy, mau tak mau kalau ada kesempatan saya mampir ke warnet wifi. Saat itu juga masih saja menemukan beberapa komputer pengguna yang terbuka lebar yang berisi data-data penting pribadinya. Satu yang perlu diperhatikan bagi pengguna adalah soal keamanan dan pengamanan diri sendiri, dengan menutup celah aliran paket data yang mungkin bisa dieksploitasi. Gunakan sistem operasi yang memiliki update security yang baik, jangan ambil resiko menggunakan sistem yang jadul untuk keperluan vital. Siapkan network analyzer yang memadai seperti kismet, wireshark, ethereal dan semacamnya untuk memantau paket data yang mencurigakan. Walaupun begitu, tidak ada system yang 100% secara teknis aman. Kesalahan justru lebih banyak karena kecerobohan dan human error. Apabila terpaksa mengakses email penting dari webmail lewat jaringan wifi publik, ubah kembali password dengan segera secara aman. Paranoid? Nggak juga, hati-hati adalah lebih baik daripada sembarangan. Ingat, kejahatan bukan hanya timbul atas adanya niat saja, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah!
Minggu, Mei 04, 2008
Migrasi Linux dan VirtualBox
Beberapa waktu lalu, seorang rekan meminta sumbang saran pada saya mengenai rencana beliau memigrasikan semua perangkat lunak yang berbasis proprietary software ke open source software, lebih tepatnya dari Windows ke Linux, yang akan diterapkan di seluruh divisi tempat kerjanya. Jujur saya tidak mempunyai pengalaman atau pengetahuan memadai perihal migrasi memigrasikan dalam skala perusahaan besar. Sehingga jawaban saya pun cenderung subyektif menurut saya, tentu tidak memuaskan. Secara pribadi, saya sendiri lebih condong melihat hal itu atas dasar kebutuhan dan kesadaran (gayane sok butuh sok sadaaar... :P). Sedangkan bila sudah menyangkut banyak orang, maka saya berpendapat hal ini harus dipaksa dengan aturan. Analoginya seperti merubah kebiasaan orang dari kebiasaan sehari-harinya yang merokok, berubah untuk tidak merokok, atau beralih ke permen. Kalau bukan kesadaran bahwa rokok itu merugikan (mudhorot) dan bukan kebutuhan akan kesehatan, sulit merubahnya bukan? Ada yang tak setuju dengan pendapat saya? Itu pasti ada. It's your choice.
Untuk itulah dibuat aturan yang 'memaksa' untuk merubah kebiasaan 'asing' itu jadi kebiasaan yang biasa dikerjakan. Misalnya menjadikan semua perangkat lunaknya menggunakan Linux tanpa dual boot. Sehingga user mau tak mau memilih Linux sebagai basis kerjanya, tidak ada pilihan ke Windows. Apakah dengan begitu sudah merasa aman user tidak kembali ke kebiasaan lama? Tentu saja tidak, Windows pun masih bisa dijalankan juga, misalnya dengan menggunakan Virtual Machine seperti VMWare atau VirtualBox. Kendati demikian, setidaknya penggunaan Virtual Machine ini mempersempit ruang gerak kebiasaan tadi, minimal user masih bisa merasakan 'kangen'nya pada Windows, tapi tidak sadar di lingkungan Linux hehehe...
Lalu, apa nilai lebihnya migrasi ke Linux? Apakah dengan menggunakannya akan mempengaruhi produktifitas kerja menjadi lebih effisien dan effektif? Apakah pengeluaran untuk kebutuhan teknologi informasi lebih hemat atau makin boros? Bagaimana dengan dukungan dan kemudahan layanan perbaikan dan pengembangan perangkat lunaknya? Mungkinkah bisa diperbaiki dan dikembangkan sendiri? Bisakah dijalankan pada lintas platform? Lebih amankah? Murahkah? Bagaimana dengan virus? Perlukah membeli lisensi seperti kebiasaan lama? Bagaimana dengan polisi? Lho kok?
Hihihi... jadi banyak pertanyaan nih, gara-gara banyak pertanyaan malah nggak jadi nanti, sudahlah, migrasi saja nanti kan tahu sendiri... :D
Langganan:
Postingan (Atom)