Senin, September 15, 2008

Lipsus Mudik: Now, Stay in Surabaya

Alhamdulillah, akhirnya sampai di Surabaya waktu subuh. Tak salah
memang Surabaya disebut kota metropolis, karena sejak subuh pun
aktifitas warga kota sudah mulai hiruk pikuk, motor mobil para pekerja
luar kota masuk menyesaki arus lalu lintas, media informasi dan
telekomunikasi mulai menyala bergerak cepat, kebanyakan informasi yang
beredar seputar Surabaya dan Jawa Timur. Sangat beda dengan Yogyakarta
yang feminim, atau Balikpapan yang hedonis dengan pusat media
informasi dari Jakarta. Surabaya menjadi trend setter bagi kota-kota
di Jawa Timur, bila dibandingkan dengan kota lain di Indonesia bisa
jadi levelnya setara Jakarta, begitu juga kerasnya kehidupan seperti
tak ada kompromi.
Kembali ke topik, dalam perjalanan dari Solo sekitar jam 11.30 wib
malam hari arah menuju kota Ngawi, ternyata arus lalu lintas cukup
padat. Ini karena sepanjang jalan banyak rombongan mirip konvoi
pengguna motor berpelat Solo, perkiraan saya ribuan jumlahnya.
Sebagian besar tak menggunakan helm, juga tak terlihat kawalan polisi,
tapi cukup tertib. Lewat dari Ngawi nampaknya sopir mengantuk, ini
sangat berbahaya, saya yang duduk di dekatnya sesekali membuatnya
sadar. Syukurlah setiba di Saradan Madiun mampir di rumah makan,
sekalian makan sahur sambil menghilangkan rasa kantuk. Tetap ingin
menjalankan puasa? Ya iyalah. Perjalanan kan malam hari dan tidak
sedang berpuasa, lagian jaman sekarang ada kemudahan transportasi,
sehingga fisik tidak terlalu lelah. Bila perjalanan jauh --dengan
jarak tertentu -- di waktu puasa sangat melelahkan atau kondisi berat
seperti perjalanan jauhnya orang-orang dahulu naik onta atau kuda di
waktu terik bisa menyebabkan puasa jadi berat juga, maka terdapat
rukshoh atau kemurahan membatalkan puasa -- mokel -- dan wajib diganti
di hari lainnya. Tetapi tunggu, kalimat terakhir itu pendapat dan
pemahaman saya. CMIIW.

--
Sent from Gmail for mobile | mobile.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar