Kamis, November 30, 2006
VLC Media Player di Ubuntu
Ketika memiliki DVD/CDRW, saya bingung harus bagaimana memutar film DVD, apalagi di Linux. Setelah googling pilihan saya jatuh pada VLC Media Player. Saya lihat ada kemudahan instalasinya dibanding perangkat lunak DVD player lainnya. Setelah dicoba memutar film DVD Jacky Chan, ah ... menyesal dech, kenapa saya baru tahu ada perangkat lunak asyik seperti ini ...
Rabu, November 22, 2006
Hati-hati, Bandara Baru dan Orang Baru
Surabaya punya bandara baru, ketika saya datang pertama kali di bandara baru ini Rabu malam, 15/11/2006, jam sudah menunjukkan setengah 12 malam waktu bandara, saya lihat suasana sudah sepi, penggunaan fasilitas tangga langsung sebagaimana bandara internasional belum (atau memang tidak) digunakan saat itu. Walaupun sudah sering dan orang Surabaya tulen, saya masih merasa asing dengan bandara ini, sepertinya ada di Bandara Sukarno-Hatta, tapi enggak juga. Kesan saya, begitu sampai di tempat pengambilan bagasi, saya menemui tas saya sudah tak teratur posisinya, dan semakin janggal kancing tas sudah pernah terbuka. Kebiasaan saya menutup kancing tas sedemikian rupa agar apabila telah dibuka kelihatan kejanggalannya, dan benar dugaan saya ini setelah isi tas yang banyak berisi baju sudah teracak berantakan. Merasa tidak puas, saya lapor ke bagian pemeriksa tas, ah ... rasanya malas menulis komentar pegawai bagian ini, kebiasaan lamanya adalah “Silahkan bapak laporkan ke ... Ada barang yang hilang nggak Pak?”, bukan hilang sich, tapi baju-baju yang sudah dilipat rapi istri saya ini jadi lungset semua gara-gara maling bandara ini, ujung-ujungnya hanya menambah rasa kesal. Daripada kesal, sudahlah, saya abaikan saja. Sepertinya bukan hanya saya saja mengalami hal ini, terbukti media lokal memuat keluhan seseorang yang mengalami hal serupa yang saya alami. Herannya, kejadian kemalingan di bandara ini sepertinya sudah jadi kebiasaan bandara dan pelakunya rutin tak pernah ditindak tegas pengelola bandara.
Begitu juga ketika naik taksi, saya sempat membuat seolah-olah saya orang baru yang baru datang di Surabaya, sehingga wajar jika saya bertanya pada sopir taksi “Ini daerah apa Pak” “Ow... begitu ya” dan jika lengah kadang dibawa ke daerah yang agak sepi dan banyak belokan, padahal itu hanya muter-muter saja. Ini saya alami dan saya tahu bahwa saya dibawa di seputar Rungkut Industri, secara tak sadar saya kesal “Pak, woi ... sampean kok bawa saya muter-muter disini sech!”. Walaupun saya nggak ambil pusing karena sebenarnya sudah bayar di pos taksi bandara.
Jadi, bagi yang belum tahu bandara baru Juanda Surabaya dan tak kenal daerah sekitar bandara ini, berhati-hatilah.
Perlukah Perlindungan Hukum terhadap OSS?
Pada pelatihan penulisan artikel tempo hari di Surabaya, ada artikel yang membuat dahi saya berkerut berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Program Komputer Open Source”, yang ditulis teman saya, Andi Usmani jebolan Magister Hukum Unair. Dengan kebaikannya, saya mendapat prin-out artikelnya untuk sekedar iseng dibaca sebagai pengganti membaca koran, hehehe ... Sayang, saya tidak menemui pembahasan dan kesimpulan dari artikelnya yang hanya berisi tentang cuplikan berbagai perundangan seputar Intelectual Property Right (IPR). Terus terang saya kaget mengetahui kalau saja sipenulis mengaku malah tidak familiar bersentuhan secara langsung dengan Program Komputer Open Source, tapi tulisannya menunjukkan orang yang tahu seluk beluk Open Source Software (OSS). Kata teman saya, cerita ini diibaratkan seperti seseorang yang bisa bercerita tentang keindahan kota Singapura, tapi yang bersangkutan belum pernah berkunjung kesana, aneh kan?
Karena tidak adanya pembahasan yang mendalam, saya hanya bisa meraba melalui judul artikel yang biasanya merepresentasikan jawaban dari rumusan masalah. Dalam benak saya, open source kok dilindungi hukum? Bukankah open source sudah terbuka kode programnya, sehingga memungkinkan dilakukan penyuntingan, modifikasi, dan kompilasi ulang, yang memungkinkan siapapun yang bisa melakukan modifikasi dengan mudah dapat mereproduksi kembali OSS tersebut? Dengan demikian, apakah OSS sudah bebas untuk direproduksi kembali dan didistribusikan? Lalu bagaimana jika didistribusikan, apakah benar-benar bebas, gratis atau malah tidak gratis? Apabila tidak gratis, bagaimana dengan layanan pembaharuannya (service-update), dukungan perangkat kerasnya, serta jaminan penggunaannya? Bukankah jika OSS menjadi tidak gratis dimungkinkan perlunya perlindungan hukum? Di Indonesia sepertinya tidak ada yang mengatur tentang aturan penggunaan OSS, atau mungkin saya yang tidak tahu ya?
Karena tidak adanya pembahasan yang mendalam, saya hanya bisa meraba melalui judul artikel yang biasanya merepresentasikan jawaban dari rumusan masalah. Dalam benak saya, open source kok dilindungi hukum? Bukankah open source sudah terbuka kode programnya, sehingga memungkinkan dilakukan penyuntingan, modifikasi, dan kompilasi ulang, yang memungkinkan siapapun yang bisa melakukan modifikasi dengan mudah dapat mereproduksi kembali OSS tersebut? Dengan demikian, apakah OSS sudah bebas untuk direproduksi kembali dan didistribusikan? Lalu bagaimana jika didistribusikan, apakah benar-benar bebas, gratis atau malah tidak gratis? Apabila tidak gratis, bagaimana dengan layanan pembaharuannya (service-update), dukungan perangkat kerasnya, serta jaminan penggunaannya? Bukankah jika OSS menjadi tidak gratis dimungkinkan perlunya perlindungan hukum? Di Indonesia sepertinya tidak ada yang mengatur tentang aturan penggunaan OSS, atau mungkin saya yang tidak tahu ya?
Rabu, November 08, 2006
Poloshirt solidaritasKEBERSAMAAN
Sebelumnya, hari senin kemarin saya mendapat sms dari Mas Yudhis perihal kaos/poloshirt solidaritasKEBERSAMAAAN, tanpa banyak pikir saya mengiyakan dan langsung pesan dua buah polo, putih dan hitam. Dan ternyata, siang tadi baru nyampe yang saya terima sendiri. Setelah dicoba, hmmm ... asyik, pas dan enak dibadan.
Tertarik? Cepetan pesan, keburu abis ... :D
Rabu, November 01, 2006
Kesadaran
Dalam suatu milis, selepas lebaran kemarin seseorang amat kesal dengan peristiwa yang hampir tiap tahun dia temui sehabis sholat ied, sampah. Ya, sampah koran bekas yang ditinggalkan para jamaah yang nggak bawa (nggak punya?) sajadah atau bawa tapi dipake untuk alas atasnya saja, lalu selepas sholat koran itu ditinggalkan begitu saja, toh nanti kan jadi rejekinya pemulung, sepertinya sudah ikut membantu pemulung. Ah, masak iya sich?
Mari kita tengok pengalaman saya, setelah sholat jumatan kemarin, saya agak kaget di suatu sekolahan yang memiliki halaman yang luas, dan seingat saya di situ digunakan untuk sholat ied pada hari selasa, tapi ... sama aja tuh, sampah koran masih pada berhamburan hingga hari jumat? Lalu pemulung, pasukan kuning, pada kemana semua ... ? mereka juga manusia kan?
Menurut saya, sebenarnya mudah untuk mengatasi hal ini apabila masing-masing pribadi memiliki kesadaran yang sama akan pentingnya kehidupan yang nyaman. Tapi, kesadaran saja rasanya tidaklah cukup. Cobalah tanya para perokok, mereka pasti tahu bahwa rokok sangat buruk bagi kesehatan, mereka sadar itu, tapi aneh kalo' masih tetap merokok. Cobalah tanya bagi yang suka makan pedas, sambal itu pasti pedas dan mereka sadar itu, dan anehkan kalo' malah tambah suka pedas?
Dalam kasus sampah lebaran diatas, menumbuhkan kesadaran diantara para jamaah bisa melalui panitia yang mengadakan, tak perlu banyak orang, cukup salah satu panitia minimal sadar, setelah bubaran sholat segera mengambil mike dan action “Kepada para jamaah yang membawa koran bekas, diminta kesadarannya memungut kembali koran tersebut, agar lapangan/jalan raya ini bisa segera dimanfaatkan kembali untuk ... bla ... bla ... “
Hasilnya, kadang saya pernah menemui masih ada sisa beberapa koran yang ditinggalkan orang (ndableg), mudah saja, panitia pasti telah mempersiapkan sapu jagad.
Jadi, kalaulah masih ada disuatu tempat itu sampah koran menggunung, bahkan 3-7 hari setelah lebaran masih ada, mudah saja, panitianya itu kebangeten, orang sebegitu banyaknya itu nggak ada satupun yang sadar he ... he ...
Kesadaran, memanglah sulit
Kesadaran saya sebagai karyawan misalnya, datang lebih pagi adalah sulit bagi saya, walaupun saya sadar, apabila saya datang terlambat pasti ada beberapa resiko yang saya kenai, kena marah bos, diperlambat kenaikan gaji/pangkat, dipotong gaji, atau bahkan bisa dikeluarkan, sehingga jadi pengangguran, anak istri kelimpungan, mertua ngomel-ngomel, dah bikin pusing.
Walapun demikian, kadang saya merasakan aneh pada seseorang yang mencoba mengakali presensi dan itu dianggap biasa, padahal saya yakin, mereka sadar apa yang dilakukannya dapat menambah image-nya, baik atau buruk?
Kesadaran, memanglah sulit
Kesadaran saya sebagai pendidik adalah mendidik, melakukan penelitian, dan mengabdikan ilmu yang telah diperoleh pada masyarakat.
Terkadang, sebagai pendidik lupa akan pesan moral yang diemban, sadar bahwa membajak adalah melanggar hak cipta, sadar bahwa masih ada free-software yang bebas diperoleh, namun masih sadar juga menggunakan software bajakan, mungkin Anda juga?
Nah, mulai sekarang mari kita sama-sama sadar dan segera bertindak lebih baik, sebagai wujud konkrit puasa ramadhan yang baru saja tak jauh berlalu.
Mari kita tengok pengalaman saya, setelah sholat jumatan kemarin, saya agak kaget di suatu sekolahan yang memiliki halaman yang luas, dan seingat saya di situ digunakan untuk sholat ied pada hari selasa, tapi ... sama aja tuh, sampah koran masih pada berhamburan hingga hari jumat? Lalu pemulung, pasukan kuning, pada kemana semua ... ? mereka juga manusia kan?
Menurut saya, sebenarnya mudah untuk mengatasi hal ini apabila masing-masing pribadi memiliki kesadaran yang sama akan pentingnya kehidupan yang nyaman. Tapi, kesadaran saja rasanya tidaklah cukup. Cobalah tanya para perokok, mereka pasti tahu bahwa rokok sangat buruk bagi kesehatan, mereka sadar itu, tapi aneh kalo' masih tetap merokok. Cobalah tanya bagi yang suka makan pedas, sambal itu pasti pedas dan mereka sadar itu, dan anehkan kalo' malah tambah suka pedas?
Dalam kasus sampah lebaran diatas, menumbuhkan kesadaran diantara para jamaah bisa melalui panitia yang mengadakan, tak perlu banyak orang, cukup salah satu panitia minimal sadar, setelah bubaran sholat segera mengambil mike dan action “Kepada para jamaah yang membawa koran bekas, diminta kesadarannya memungut kembali koran tersebut, agar lapangan/jalan raya ini bisa segera dimanfaatkan kembali untuk ... bla ... bla ... “
Hasilnya, kadang saya pernah menemui masih ada sisa beberapa koran yang ditinggalkan orang (ndableg), mudah saja, panitia pasti telah mempersiapkan sapu jagad.
Jadi, kalaulah masih ada disuatu tempat itu sampah koran menggunung, bahkan 3-7 hari setelah lebaran masih ada, mudah saja, panitianya itu kebangeten, orang sebegitu banyaknya itu nggak ada satupun yang sadar he ... he ...
Kesadaran, memanglah sulit
Kesadaran saya sebagai karyawan misalnya, datang lebih pagi adalah sulit bagi saya, walaupun saya sadar, apabila saya datang terlambat pasti ada beberapa resiko yang saya kenai, kena marah bos, diperlambat kenaikan gaji/pangkat, dipotong gaji, atau bahkan bisa dikeluarkan, sehingga jadi pengangguran, anak istri kelimpungan, mertua ngomel-ngomel, dah bikin pusing.
Walapun demikian, kadang saya merasakan aneh pada seseorang yang mencoba mengakali presensi dan itu dianggap biasa, padahal saya yakin, mereka sadar apa yang dilakukannya dapat menambah image-nya, baik atau buruk?
Kesadaran, memanglah sulit
Kesadaran saya sebagai pendidik adalah mendidik, melakukan penelitian, dan mengabdikan ilmu yang telah diperoleh pada masyarakat.
Terkadang, sebagai pendidik lupa akan pesan moral yang diemban, sadar bahwa membajak adalah melanggar hak cipta, sadar bahwa masih ada free-software yang bebas diperoleh, namun masih sadar juga menggunakan software bajakan, mungkin Anda juga?
Nah, mulai sekarang mari kita sama-sama sadar dan segera bertindak lebih baik, sebagai wujud konkrit puasa ramadhan yang baru saja tak jauh berlalu.
Langganan:
Postingan (Atom)