Kamis, Februari 23, 2006

Pendapat Sehat, Diskusi Sehat

Semenjak terjadinya heboh diseluruh penjuru dunia akibat media massa Denmark, Jylland Posten, yang merilis gambar yang mereka akui sebagai perumpamaan Nabi Muhammad, banyak sekali hikmah yang kita petik. Salah satunya adalah sensifitas agama memang sulit dicampur aduk dalam dunia kebebasan berpendapat, kata orang jangan bicara agama kalo' memang nggak tahu agama, jangan bicara hukum kalo' nggak tahu hukum, jangan bicara saya kalo' nggak tahu saya. Intinya, hal-hal yang menyangkut SARA, adalah sensitif disentuh sebagai perumpamaan atau perbandingan dengan hal-hal yang lebih tampak rendah, dan inilah grey area yang setidaknya dipahami sebagai bagian dari koridor kebebasan berpendapat agar tidak keblablasan.

Dalam perkembangan media massa, kini muncul lebih banyak dan hebat lagi dari media massa konvensional setelah hadirnya teknologi informasi dekade 1990-an, seperti milis, email, forum dan kini muncul weblog sebagai the new media menjadi bagian dari penyampaian kekebasan pendapat. Walaupun masing-masing media telah dibatasi dengan berbagai kesepakatan umum baik yang tertulis dan menjadi kekuatan hukum maupun tidak, namun masih kita jumpai hal-hal yang ternyata tidak bisa dipahami oleh sebagian penyampai pendapat hanya karena ketidaktahuannya belaka. Tidak sedikit yang tahu dan paham tentang koridor namun sengaja melanggarnya dengan maksud dan tujuan tertentu untuk memperoleh pembenaran (justifikasi) akan tujuannya, inilah yang sangat berbahaya dan menjadi senjata yang sangat merugikan pihak-pihak tertentu.

Sebagai salah satu contoh seringnya penulis temui dimilis, terusan (forward) berisi tentang sesuatu hal atau kejadian yang dikaitkan dengan ayat-ayat Kitab Suci Al Quran dari anggota yang lain tanpa diketahui sumber kebenaran dan otentikasinya, padahal hal itu adalah hanya pendapat/ro'yi seseorang dan didalamnya berisi tentang hal-hal berbau (diberi bau) agama dan sepertinya baik dan benar. Atau pendapat dari orang yang tanpa diketahui dengan jelas keberadaannya mengaku ulama atau pakar agama padahal jauh dari kepahaman namun membuat kajian yang apabila orang awam dan tidak begitu paham kemudian membacanya akan ikut terlarut dalam misi upadayanya, sungguh sangat berbahaya.

Tulisan ini tidak tampak lebih banyak dan panjang lebar dan hanyalah sekedar mengingatkan bagi kita, agar kita mampu konsisten, memilah dan memilih mana yang kira-kira pantas dan layak kita jadikan perumpamaan sebagai bagian untuk memperjelas pendapatnya, tanpa mengurangi makna perumpamaan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar