"Tadi ilang duitnya, udah tekan ATM tapi nggak keluar!" gitu sering istri saya sewot gara-gara pas butuh duit, ambil duit di mesin ATM tapi nggak keluar, eh ... malah saldo kepotong. Terakhir barusan sore tadi, dia gagal mengambil uang, tapi syukurlah saldo tak kepotong, lihat-lihat dompet saya cuma isi goceng, buntutnya tabungan celengan si kecil jadi sasaran. Nah lho!
Istri saya menggunakan kartu ATM Bersama dari Bank Muamalat, saya juga memiliki kartu yang sama. Bedanya, 2-3 tahun lebih lama saya memilikinya dibanding kartu milik istri saya, baru sekali ini mengalami hal yang sama diatas sedang istri saya sudah 4x. Masalahnya bukan terletak pada kartu ATMnya, bukan pula pada lama tidaknya memiliki, namun kebanyakan pada mesin ATM Bersama yang digunakan pada jam-jam terntentu saja yang sering sekali ngadat. Nampaknya, masalah ini sudah menjadi masalah umum, terbukti teman-teman saya yang menggunakan ATM Bersama hampir semuanya pernah mengalaminya.
As far as I know, di Indonesia saat ini ada 4 kelompok besar ATM, yaitu BCA, ATM Bersama, Alto, dan ATM Link. ATM BCA merupakan ATM milik Bank Central Asia (BCA) yang berjumlah sekitar 4.019 unit. ATM Bersama merupakan ATM yang bisa dipakai bersama-sama oleh 54 bank dengan jumlah mencapai 6.500 unit dan dioperasikan oleh Artajasa. Adapun ATM Link merupakan ATM yang dipakai bersama-sama oleh bank-bank pelat merah, yaitu Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Keseluruhan jumlah ATM di Indonesia mencapai 13.688 unit. Saya menduga, karena saking banyaknya ATM bersama di-share 54 bank itulah lalu lintas data di jaringan sangat padat pada jam-jam kerja, dan akan semakin padat pada waktu menjelang sore ketika bubaran kerja, persis sama dengan kondisi lalu lintas jalan raya yang menjadi padat saat jam pulang pergi kerja.
Tentu saja publik sebagai konsumen tidak mau tahu atas kondisi itu, publik hanya tahu bahwa itu merupakan mesin layanan dan harus berjalan sesuai servicenya. Atas kejadian seringnya mesin ATM ngadat, minggu lalu, saya melayangkan surat kronologi kejadian masalah yang saya alami. Surat tersebut terpaksa saya layangkan mengingat ternyata saya mengalami 2x kejadian dalam selisih waktu yang tipis, artinya saldo terpotong 2x yang baru saya ketahui setelah melihat print-out rekening koran, dan saya diminta membuat laporan kembali. Bukan hanya itu saja, beberapa hal yang saya sampaikan tentang DPLK yang sudah 1,5 tahun lebih belum juga direalisasi, dan baru tadi siang saya mendapat kabar "Benar Pak, kami yang salah, Apakah DPLK Bapak akan dilanjutkan?" Sebentar, hmm ... saya pikir-pikir dulu.
Kamis, Agustus 31, 2006
Minggu, Agustus 27, 2006
City Tour Wireless Broadband
Sabtu kemarin, saya bersama Pak Setyo dan Pak Djumhadi menyanggupi tantangan muter-muter kota njajal EVDO, lumayan mumpung gratis dan masa promosi. Saya nggak tahu, ternyata katanya uji coba EVDO Indosat ini yang pertama di Indonesia, dan dipilihlah Balikpapan. Ok dech, saya nggak mau dibilang promosi, yang jelas kesan saya mencoba wireless ini lumayan puas. Saat dalam perjalanan menuju Bandara Sepinggan, akses Internet cukup mulus, test speed dengan sijiwae berkisar 250 - 400 kbps, masih jauh dari yang ada dibrosur, 2,4Mbps. Sedangkan dengan 2wire antara 150 - 250kbps. Bahkan saat perpindahan antar BTS turun hingga 80 kbps.
Untuk video streaming saya pake Google Earth melihat kota Balikpapan, hanya saja software agak bermasalah, sehingga hasilnya nggak memuaskan. Tapi Pak Setyo berhasil zooming kota Jakarta dan kelihatan jelas Tugu Monas.
Kesan saya, kalo' cuma untuk akses Internet biasa semisal browsing, blogging, mail, chat tanpa video streaming sudah cukup bagus, hanya saja EVDO akan lebih mahal jika hanya untuk itu saja.
Ok, selamat datang wireless broadband, (semoga) selamat datang internet murah.
Untuk video streaming saya pake Google Earth melihat kota Balikpapan, hanya saja software agak bermasalah, sehingga hasilnya nggak memuaskan. Tapi Pak Setyo berhasil zooming kota Jakarta dan kelihatan jelas Tugu Monas.
Kesan saya, kalo' cuma untuk akses Internet biasa semisal browsing, blogging, mail, chat tanpa video streaming sudah cukup bagus, hanya saja EVDO akan lebih mahal jika hanya untuk itu saja.
Ok, selamat datang wireless broadband, (semoga) selamat datang internet murah.
Jumat, Agustus 25, 2006
Nyoba EVDO dan PDSN 1x
Posting ini saya pake' EVDO StarOne Wireless Broadband punya Indosat, pas grastis kesempatan nyoba dari pada penasaran. Ok banget lah, melalui bandwidth meter 2Wire, kecepatan aksesnya lumayan tinggi, berkisar 250 - 300 kbps.
Rencananya, mereka nantang muter-muter kota Balikpapan Sabtu besok, buat ngetest area coverage Starone, jadi saya daftar dech, mungkin temen-temen pada ngikut, gratis kok.
Rencananya, mereka nantang muter-muter kota Balikpapan Sabtu besok, buat ngetest area coverage Starone, jadi saya daftar dech, mungkin temen-temen pada ngikut, gratis kok.
Rabu, Agustus 23, 2006
Freeduc Live CD
Rasanya tidak rugi saya menyimpan koleksi Linux lawas dan agak langka ini. Disaat berbagai software serba mahal dan berbagai undang-undang dan peraturan siap menjerat leher ini, masih ada komunitas atau organisasi yang lebih peduli dengan keberadaan kaum papa. Terus terang, saya tidak memiliki banyak koleksi CD pendidikan yang proprietary, jika mau, saya hanya mampu mendonlut freeware yang serba terbatas itu atau beli bajakan dan itu semua sangat tidak mengasyikan.
Buka-buka kembali album arsip CD, saya menemukan Freeduc-CD, dan ... yeah! Anak saya yang baru berumur 3 tahun ini ternyata lebih suka dari yang saya kira! Gcompris, game pendidikan dengan featur aplikasi pendidikan untuk anak-anak. Mulai dari mengajari anak menggerakkan mouse, mengenal tuts keyboard, menebak warna, menyamakan warna, menyusun puzle, mengenal angka, hingga perhitungan yang sedikit rumit.
Ingin mencobanya? Ayo aja ...!
Antara Balikpapan dan Bajaj Bajuri
Balikpapan dan Bajaj Bajuri, siapa bilang ada hubungannya? Tentu saja tidak ada. Ini diawali keberangkatan kami ke Jakarta 15 Agustus minggu kemarin, tengah malam tiba langsung menuju penginapan Farel di bilangan Gunung Sahari. Ada yang bilang nginap di situ agak susah, pasalnya menu makanan mahal banget sehingga saya dan Pak Mundzir harus keluar dini hari cari makanan. Belum lagi ditambah kamar mandi kebanjiran, nggak keluar air, ac kenceng terus, hingga wc susah disiram, sudah gitu harganya minta ampun …
Pagi diteruskan ke Dunia Fantasi, Ancol, ah … sayang sepertinya mengulang kembali tahun lalu, karena hampir semua tantangan disana sudah pernah saya lalui, selebihnya menemani rekan yang penasaran. Kata Pak Setyo hanya satu yang belum dan pingin dicoba, Kora-Kora, sejenis kapal bajak laut besar yang diayun-ayunkan makin lama makin tinggi, gila! Muka kami sampai pucat!
Sea World, kecuali upacara pengibaran bendera merah putih di dalam air, semua menu yang ada disana hampir sudah pernah dilalui semua dan belum ada tambahan yang berarti. Di Atlantis, kembali kami berenang. Ada perasaan takut luar biasa bagi saya ketika harus mengulang berseluncur dari top level, heran, jika dibanding tahun lalu yang cenderung nekat, kali ini saya agak menahan diri agar tidak terlalu kencang. Walaupun berhasil, sulit mengatakan apa yang menyebabkan saya sedikit paranoid, padahal setelah itu biasa saja.
Hari berikutnya, rencananya ke Kebun Raya Bogor setelah mampir di PPIPTEK TMII lebih dahulu tapi jadi berantakan, pasalnya ketika perjalanan melewati daerah Cibubur, Pak Mundzir baru ingat tasnya ketinggalan di PPIPTEK, nah lho! Terpaksa, kami menunggu di belakang Mall Cibubur Junction hingga 2 jam lebih. Setelah itu dilanjutkan ke Bogor, sayang, terjebak macet, ha … ha … Sapa suruh datang Jakarta! Itu mah, sudah biasa. Satu-satunya jalan alternatif ya kembali lagi ganti obyek, pemandu perjalanan kami memilih Kebun Raya Mekarsari yang katanya milik (almh) Ibu Tien Suharto sebagai obat kecewa. Akhirnya dengan sedikit salak manis kecil, belimbing, dan buah “terlarang” menjadi oleh-oleh berikutnya, ditambah tontonan gratis adegan romantis dua insan muda-mudi disudut-sudut pohon yang rindang serasa bumi milik mereka berdua, indah sekali … oh …
Setelah itu perjalanan dilanjutkan, dan akhirnya menginap di daerah Cibubur Junction, tepatnya di Lemdikanas kompleks bumi perkemahan selama satu malam saja. Ada pengalaman menarik tentang kebersamaan malam itu ketika kami menuju Mall Cibubur Junction, pergi bersama pulang bersama dengan jalan kaki, lumayan agak jauh. Baru kemudian, hari berikutnya jalan-jalan dalam kota Jakarta sepuasnya, mulai dari Kebun Binatang Ragunan hingga Carrefour Mangga Dua Square. Saya sendiri mulai pagi jam 10 hingga jam 10 malam berdua dengan pemandu kami, Pak Ridwan, lengket bermotor ria, sedangkan teman-teman yang lain bersama Mr Goeltom ber-bus ria. Lumayan, dari bebasnya bermotor itu saya bisa melihat dari dekat kampus Gunadarma yang terkenal karena katanya jumlah mahasiswanya paling besar se-Asia Tenggara, juga kampus UI Depok yang megah terkenal dengan Dosen Menteri-nya dan biaya kuliah yang sangat mahal. Apa saya terheran-heran dengan megahnya kampus-kampus itu? Kadang, ada obsesi saya untuk mengunjungi kampus-kampus top level nasional hingga internasional, dari sana ada wawasan dan gambaran kehidupan kampus yang cukup berbeda satu sama lain, cukuplah menjadi pengalaman berharga dimasa depan.
Menjelang sore, bersama Pak Djumhadi saya mendapatkan sebuah laptop Centrino yang saya harapkan, untuk itu tak lupa saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Satria Dharma atas pinjaman lunak yang selunak-lunaknya itu. Sulit rasanya saya memiliki laptop ini dibanding dengan kebutuhan sekunder lainnya. Mengapa saya mengharapkannya? Ya, tentu saja saya tidak ingin membeli sesuatu yang tidak saya harapkan dan pertimbangkan, berapapun harganya
Sisa satu hari menjelang kepulangan ke Balikpapan, saya gunakan untuk istirahat penuh bersama Raynord dan Nadia dikamar penginapan, Caravan namanya. Penginapan ini memang lebih baru dan nyaman dibanding penginapan Farel sebelumnya, bedanya, saya sering menjumpai laki-laki perempuan muda maupun paruh baya keluar masuk penginapan tanpa bawaan barang yang banyak. Katanya sich malahan banyak anak-anak sekolahan datang sore pulang pagi disana, hal ini pernah saya jumpai di Yogya dulu ketika mengikuti seminar, bahkan tak sedikit penginapan yang bertarif jam-jaman secara terang-terangan, ah … ini pengalaman yang berharga di kota besar.
Nah, saat pulang kembali ke Balikpapan, setiba di bandara Soekarno-Hatta itulah kami bertemu dan berangkat bersama Mat Solar si Bajaj Bajuri dan keluarganya. Saya nggak ngerti, kenapa teman-teman sama histeria melihat artis ini layaknya fans Michael Jakson, padahal kan selebriti juga manusia he … he … biarlah mereka senang
Ada ungkapan dari berbagai pengalaman wisata saya selama ini : “Jika ingin menyenangkan anak, bawalah ke Jakarta; jika ingin menyenangkan istri, bawalah ke Yogyakarta; dan jika ingin menyenangkan suami, bawalah ke Bali”. Mungkin ada yang membenarkan ataupun tidak, terserahlah …
Pagi diteruskan ke Dunia Fantasi, Ancol, ah … sayang sepertinya mengulang kembali tahun lalu, karena hampir semua tantangan disana sudah pernah saya lalui, selebihnya menemani rekan yang penasaran. Kata Pak Setyo hanya satu yang belum dan pingin dicoba, Kora-Kora, sejenis kapal bajak laut besar yang diayun-ayunkan makin lama makin tinggi, gila! Muka kami sampai pucat!
Sea World, kecuali upacara pengibaran bendera merah putih di dalam air, semua menu yang ada disana hampir sudah pernah dilalui semua dan belum ada tambahan yang berarti. Di Atlantis, kembali kami berenang. Ada perasaan takut luar biasa bagi saya ketika harus mengulang berseluncur dari top level, heran, jika dibanding tahun lalu yang cenderung nekat, kali ini saya agak menahan diri agar tidak terlalu kencang. Walaupun berhasil, sulit mengatakan apa yang menyebabkan saya sedikit paranoid, padahal setelah itu biasa saja.
Hari berikutnya, rencananya ke Kebun Raya Bogor setelah mampir di PPIPTEK TMII lebih dahulu tapi jadi berantakan, pasalnya ketika perjalanan melewati daerah Cibubur, Pak Mundzir baru ingat tasnya ketinggalan di PPIPTEK, nah lho! Terpaksa, kami menunggu di belakang Mall Cibubur Junction hingga 2 jam lebih. Setelah itu dilanjutkan ke Bogor, sayang, terjebak macet, ha … ha … Sapa suruh datang Jakarta! Itu mah, sudah biasa. Satu-satunya jalan alternatif ya kembali lagi ganti obyek, pemandu perjalanan kami memilih Kebun Raya Mekarsari yang katanya milik (almh) Ibu Tien Suharto sebagai obat kecewa. Akhirnya dengan sedikit salak manis kecil, belimbing, dan buah “terlarang” menjadi oleh-oleh berikutnya, ditambah tontonan gratis adegan romantis dua insan muda-mudi disudut-sudut pohon yang rindang serasa bumi milik mereka berdua, indah sekali … oh …
Setelah itu perjalanan dilanjutkan, dan akhirnya menginap di daerah Cibubur Junction, tepatnya di Lemdikanas kompleks bumi perkemahan selama satu malam saja. Ada pengalaman menarik tentang kebersamaan malam itu ketika kami menuju Mall Cibubur Junction, pergi bersama pulang bersama dengan jalan kaki, lumayan agak jauh. Baru kemudian, hari berikutnya jalan-jalan dalam kota Jakarta sepuasnya, mulai dari Kebun Binatang Ragunan hingga Carrefour Mangga Dua Square. Saya sendiri mulai pagi jam 10 hingga jam 10 malam berdua dengan pemandu kami, Pak Ridwan, lengket bermotor ria, sedangkan teman-teman yang lain bersama Mr Goeltom ber-bus ria. Lumayan, dari bebasnya bermotor itu saya bisa melihat dari dekat kampus Gunadarma yang terkenal karena katanya jumlah mahasiswanya paling besar se-Asia Tenggara, juga kampus UI Depok yang megah terkenal dengan Dosen Menteri-nya dan biaya kuliah yang sangat mahal. Apa saya terheran-heran dengan megahnya kampus-kampus itu? Kadang, ada obsesi saya untuk mengunjungi kampus-kampus top level nasional hingga internasional, dari sana ada wawasan dan gambaran kehidupan kampus yang cukup berbeda satu sama lain, cukuplah menjadi pengalaman berharga dimasa depan.
Menjelang sore, bersama Pak Djumhadi saya mendapatkan sebuah laptop Centrino yang saya harapkan, untuk itu tak lupa saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Satria Dharma atas pinjaman lunak yang selunak-lunaknya itu. Sulit rasanya saya memiliki laptop ini dibanding dengan kebutuhan sekunder lainnya. Mengapa saya mengharapkannya? Ya, tentu saja saya tidak ingin membeli sesuatu yang tidak saya harapkan dan pertimbangkan, berapapun harganya
Sisa satu hari menjelang kepulangan ke Balikpapan, saya gunakan untuk istirahat penuh bersama Raynord dan Nadia dikamar penginapan, Caravan namanya. Penginapan ini memang lebih baru dan nyaman dibanding penginapan Farel sebelumnya, bedanya, saya sering menjumpai laki-laki perempuan muda maupun paruh baya keluar masuk penginapan tanpa bawaan barang yang banyak. Katanya sich malahan banyak anak-anak sekolahan datang sore pulang pagi disana, hal ini pernah saya jumpai di Yogya dulu ketika mengikuti seminar, bahkan tak sedikit penginapan yang bertarif jam-jaman secara terang-terangan, ah … ini pengalaman yang berharga di kota besar.
Nah, saat pulang kembali ke Balikpapan, setiba di bandara Soekarno-Hatta itulah kami bertemu dan berangkat bersama Mat Solar si Bajaj Bajuri dan keluarganya. Saya nggak ngerti, kenapa teman-teman sama histeria melihat artis ini layaknya fans Michael Jakson, padahal kan selebriti juga manusia he … he … biarlah mereka senang
Ada ungkapan dari berbagai pengalaman wisata saya selama ini : “Jika ingin menyenangkan anak, bawalah ke Jakarta; jika ingin menyenangkan istri, bawalah ke Yogyakarta; dan jika ingin menyenangkan suami, bawalah ke Bali”. Mungkin ada yang membenarkan ataupun tidak, terserahlah …
Senin, Agustus 14, 2006
Sapa Suruh Datang Jakarta
Liburan agustusan ini, rencananya temen-temen mau jalan-jalan ke Jakarta, dan ini adalah yang kedua buat saya. Keputusan ke Jakarta diperoleh karena suara terbanyak, nggak tahu kenapa teman-teman demennya ke sono. Mungkin belum tahu bisingnya lalu lintas, macet, apalagi dengar-dengar kejahatan di jalan raya, banyak paku katanya. Sebenarnya saya maunya sich ke Bali, masak orang Indonesia belum pernah ke Bali, tapi ketika voting, ternyata hanya saya saja, walah.
Bagi saya, Jakarta tuch semrawut, lebih semrawut jalannya dari pada Surabaya. Kenapa? Kalo' di Surabaya, ditinggal sendirian sich nggak masalah, masih bisa cari jalan pulangnya, lha kalo' Jakarta, pengalaman kemarin ditinggal Pak Setyo di Mangga Dua saja bingungnya minta ampun, tapi syukurlah ... ada jejaknya he ... he ... maklumlah, wong ndeso.
Bagi saya, Jakarta tuch semrawut, lebih semrawut jalannya dari pada Surabaya. Kenapa? Kalo' di Surabaya, ditinggal sendirian sich nggak masalah, masih bisa cari jalan pulangnya, lha kalo' Jakarta, pengalaman kemarin ditinggal Pak Setyo di Mangga Dua saja bingungnya minta ampun, tapi syukurlah ... ada jejaknya he ... he ... maklumlah, wong ndeso.
Sabtu, Agustus 05, 2006
Full Day atau Half Day School?
Setiap waktu pulang pergi bekerja, akhir-akhir ini saya selalu melihat spanduk hijau bertuliskan “Full Day School”. Setahu saya, spanduk ini sudah hampir sebulan yang lalu, dan telah tersebar di sudut-sudut kota. Sepintas saya berasumsi, sekolah ini menerapkan sistem belajar 7 hari seminggu terus menerus, jadi hari minggu tetap sekolah. Tapi begitu tanya pada si empunya spanduk, asumsi saya ternyata keliru! Full Day School itu maksudnya waktu belajar mulai pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore, jam belajar yang biasanya 7 – 8 jam menjadi 10 – 11 jam. Alamak! Teler dech.
Namun demikian, biasanya selama satu minggu hanya 5 hari yang digunakan yaitu senin sampai jumat, sedang hari sabtu tetap masuk sekolah yang biasanya diisi dengan relaksasi dan kreatifitas.
Penasaran ingin mencari tahu, saya tidak menemukan aturan mengenai sistem belajar ini selain berita tentang sekolah yang mengadakan program ini di lingkungan Depdiknas, atau memang sudah ada dan saya ketinggalan informasi kali ya? Atau mungkin Depdiknas membolehkan sistem ini untuk menyongsong UAN tahun depan yang sepertinya semakin tidak ada kompromi?
Sedikit mempelajari sejarah munculnya Full Day School, program ini lahir pada awal tahun 1980an di Amerika Serikat yang diterapkan untuk sekolah taman kanak-kanak, yang akhinya melebar ke jenjang sekolah dasar hingga menengah atas. Menurut ringkasan penelitian, ketertarikan kebanyakan masyarakat AS terhadap Full Day School dilatarbelakangi karena:
- Meningkatnya jumlah orang tua, terutama ibu yang bekerja dan memiliki anak dibawah 6 tahun.
- Meningkatnya jumlah anak-anak usia prasekolah yang ditampung di sekolah-sekolah milik publik/masyarakat umum.
- Meningkatnya pengaruh televisi dan kesibukan (mobilitas) orang tua.
- Keinginan untuk memperbaiki nilai akademik agar sukses menghadapi jenjang yang lebih tinggi.
Dengan adanya Full-Day program, semua masalah diatas diharapkan dapat diatasi dengan baik. Berdasarkan penelitian sebelumnya menyebutkan; sebagian pelajar yang mengambil Full-Day Program menunjukkan keunggulan akademik lebih baik. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa pelajar yang mengambil program full-day memiliki performa lebih baik pada setiap kali mengikuti pelajaran tanpa efek merugikan yang signifikan, dibanding pelajar yang mengambil Half-Day Program. Half Day Program adalah yang biasa kita sebut sekolah reguler yang kebanyakan sekolah di Indonesia menerapkannya, dengan waktu belajar mulai pagi hingga siang hari saja.
Namun point kritis Full Day Program terletak pada biaya yang sangat mahal, hal ini disebabkan karena sekolah menyesuaikan kebutuhan dan kualitas staf pengajar yang always standby, serta penanganan manajemen sekolah untuk terus menjaga rasio keseimbangan jumlah siswa, staf pengajar dan ruang belajar. Pengeluaran lainnya yang semakin menambah beban biaya sekolah seperti menyediakan makanan dan transportasi, namun apabila tidak disediakan tentu kembali lagi akan menambah beban orang tua. Untuk beberapa kasus akan ditambah pengeluaran untuk kebutuhan pemeliharaan gedung sekolah agar tetap nyaman dan tidak membosankan.
Berbeda dengan Half-Day Program, kebanyakan pendidik di AS lebih menyukai program ini. Dijelaskan bahwa half-day program dapat menyediakan kualitas pendidikan yang tinggi serta dapat mengasah pengalaman sosial si murid agar lebih peka dan tajam terhadap lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut disebutkan, half-day program memberikan pengalaman yang sistematis dan waktu yang lebih banyak dalam menyelesaikan masalah untuk menghindari stress dibanding dengan full-day program. Para pendukung half-day-program lebih percaya pada penelitian yang menyebutkan bahwa usia lima tahun lebih baik diberikan perhatian secara perlahan, membangun minat, dan aktifitas di rumah yang memungkinkan banyak waktu bagi anak untuk bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya atau pun yang lebih tua.
Hanya saja seperti disebutkan kekurangan program ini sepertinya mengada-ada, yaitu pengaruh atau godaan lingkungan dan teknologi informasi yang cenderung sulit di-filter yang membawa ke arah negatif.
Well …
Sumber:
Full-Day Kindergarten Programs.
Full-Day or Half-Day Kindergarten?
Recent Research on All-Day Kindergarten
Kamis, Agustus 03, 2006
Rekomendasi? Pikir-pikir dululah ...
Suatu hari, ketika seorang teman meminta saya untuk merekomendasikan seseorang yang saya kenal (baca: mahasiswa) yang memiliki keahlian di bidang komputer, entah itu pemrograman atau jaringan komputer, saya selalu kesulitan memilih siapa kira-kira yang pas untuk mengisi kebutuhan mendadak tersebut. Walaupun kebutuhan itu hanya pada entry level, tapi entah sudah berapa kali permintaan itu datang.
Seringnya yang akan saya rekomendasikan telah bekerja dan merasa enjoy dengan dengan pekerjaannya atau sudah kabur entah kemana, mengakibatkan saya menemukan mahasiswa yang yaa ... saya pikir cukuplah. Namun akibatnya, apa yang saya rekomendasikan masih dianggap kurang memenuhi kelayakan oleh perusahaan itu, karena setelah dilakukan testing, ternyata kemampuan atau keahlian yang bersangkutan masih dibawah yang diharapkan. Nah lho!
Atas dasar itulah, saya lebih senang dan enjoy ujian berbasis kemampuan (baca: kompetensi) layaknya ujian sekolah kejuruan. Ujian ini biasanya langsung untuk mengetahui sampai dimana masing-masing mahasiswa menyerap dan mengaplikasikan materi yang telah disampaikan, atau mampu berimprovisasi dengan keahliannya. Dengan begitu, saya cukup tenang memberikan nilai yang pantas dan pas.
Tapi, ah ... sulit dach melanjutkan tulisan ini.
Seringnya yang akan saya rekomendasikan telah bekerja dan merasa enjoy dengan dengan pekerjaannya atau sudah kabur entah kemana, mengakibatkan saya menemukan mahasiswa yang yaa ... saya pikir cukuplah. Namun akibatnya, apa yang saya rekomendasikan masih dianggap kurang memenuhi kelayakan oleh perusahaan itu, karena setelah dilakukan testing, ternyata kemampuan atau keahlian yang bersangkutan masih dibawah yang diharapkan. Nah lho!
Atas dasar itulah, saya lebih senang dan enjoy ujian berbasis kemampuan (baca: kompetensi) layaknya ujian sekolah kejuruan. Ujian ini biasanya langsung untuk mengetahui sampai dimana masing-masing mahasiswa menyerap dan mengaplikasikan materi yang telah disampaikan, atau mampu berimprovisasi dengan keahliannya. Dengan begitu, saya cukup tenang memberikan nilai yang pantas dan pas.
Tapi, ah ... sulit dach melanjutkan tulisan ini.
Selasa, Agustus 01, 2006
Nge-blog pake MIDlet, asik juga ya!? (1)
Menyambung posting sebelumnya yang hanya posting coba-coba, MIDlet yang digunakan untuk ngeblog yaitu Opera Mini. Hanya saja, untuk mengakses Internet melalui emulator MIDP yang terinstall di komputer, sehingga layarnya tampak lebar dibanding jika melalui ponsel. Tentu saja semuanya nampak terbatas jika dibanding dengan browser Opera biasa. Sebenernya malu mengulas ini di blog, soalnya sudah banyak yang ngebahas sih ... tapi gapapalah :)
Kenapa harus GPRS? Sifatnya yang mobile itulah saya lebih sering menggunakan GPRS,
dengan adanya Opera Mini mampu membantu mengkompresi halaman situs yang cukup besar hingga sepersekian kecil yang diterima, sehingga tidak terlalu memakan pulsa terlalu banyak. Saya sendiri merasakan manfaat yang cukup signifikan dari adanya MIDlet ini, seperti membuka email dari Gmail yang menjadi momok pelanggan GPRS bisa diminimalisir hingga lebih dari 68%. Sayang, dengan blogger.com belum bisa posting berita dengan baik. Sepertinya, javascript milik blogger.com telah direduksi ketika di server Opera sehingga tidak bisa berjalan dengan benar. Sedang jika menggunakan wordpress masih bisa karena xhtml, seperti di blogsome.com atau wordpress.com. Mungkin sudah saatnya untuk migrasi ke wordpress ya?
Untuk mengakali biaya, beli saja kartu prabayar yang dijual murah, biasanya yang akan expired. Misalnya, membeli perdana IM3 seharga 5 - 7 ribu dengan isi pulsa 10 ribu. Dengan pulsa segitu sudah lumayan banyak untuk browsing kecuali donlut, jika telah habis ya dibuang saja. Beli yang murah lagi, he ... he ...
Langganan:
Postingan (Atom)